Kamis, 23 Juli 2009

Tiga Rondeku

Aku (sebut saja Aswin), umur hanpir 40 tahun, postur tubuh biasa saja, seperti rata-rata orang Indonesia, tinggi 168 cm, berat 58 kg, wajah lumayan (kata ibuku), kulit agak kuning, seorang suami dan bapak satu anak kelas satu Sekolah Dasar. Selamat mengikuti pengalamanku.

Cerita yang aku paparkan berikut ini terjadi hari Senin. Hari itu aku berangkat kerja naik bis kota (kadang-kadang aku bawa mobil sendiri). Seperti hari Senin pada umumnya bis kota terasa sulit. Entah karena armada bis yang berkurang, atau karena setiap Senin orang jarang membolos dan berangkat serentak pagi-pagi. Setelah hampir satu jam berlari ke sana ke mari, akhirnya aku mendapatkan bis.

Dengan nafas ngos-ngosan dan mata kesana kemari, akhirnya aku mendapat tempat duduk di bangku dua yang sudah terisi seorang wanita. Kuhempaskan pantat dan kubuang nafas pertanda kelegaanku mendapatkan tempat duduk, setelah sebelumnya aku menganggukkan kepala pada teman dudukku. Karena lalu lintas macet dan aku lupa tidak membawa bacaan, untuk mengisi waktu dari pada bengong, aku ingin menegur wanita di sebelahku, tapi keberanianku tidak cukup dan kesempatan belum ada, karena dia lebih banyak melihat ke luar jendela atau sesekali menunduk.

Tiba-tiba ia menoleh ke arahku sambil melirik jam tangannya.
"Mmacet sekali ya?" katanya yang tentu ditujukan kepadaku.
"Biasa Mbak, setiap Senin begini. Mau kemana?" sambutku sekaligus membuka percakapan.
"Oh ya. Saya dari Cikampek, habis bermalam di rumah orang tua dan mau pulang ke Pondok Indah," jawabnya.
Belum sempat aku buka mulut, ia sudah melanjutkan pembicaraan,
"Kerja dimana Mas?"
"Daerah Sudirman," jawabku.

Obrolan terus berlanjut sambil sesekali aku perhatikan wajahnya. Bibirnya tipis, pipinya halus, dan rambutnya berombak. Sedikit ke bawah, dadanya tampak menonjol, kenyal menantang. Aku menelan ludah. Kuperhatikan jarinya yang sedang memegang tempat duduk di depan kami, lentik, bersih terawat dan tidak ada yang dibiarkan tumbuh panjang. Dari obrolannya keketahui ia (sebut saja Mamah) seorang wanita yang kawin muda dengan seorang duda beranak tiga dimana anak pertamanya umurnya hanya dua tahun lebih muda darinya. Masa remajanya tidak sempat pacaran. Karena waktu masih sekolah tidak boleh pacaran, dan setelah lulus dipaksa kawin dengan seorang duda oleh orang tuanya. Sambil bercerita, kadang berbisik ke telingaku yang otomatis dadanya yang keras meneyentuh lengan kiriku dan di dadaku terasa seer! Sesekali ia memegangi lenganku sambil terus cerita tentang dirinya dan keluarganya. "Pacaran asyik ya Mas?" tanyanya sambil memandangiku dan mempererat genggaman ke lenganku. Lalu, karena genggaman dan gesekan gunung kembar di lengan kiriku, otakku mulai berpikiran jorok. "Kepingin ya?" jawabku berbisik sambil mendekatkan mulutku ke telinganya. Ia tidak menjawab, tapi mencubit pahaku.

Tanpa terasa bis sudah memasuki terminal Blok M, berarti kantorku sudah terlewatkan. Kami turun. Aku bawakan tasnya yang berisi pakaian menuju kafetaria untuk minum dan meneruskan obrolan yang terputus. Kami memesan teh botol dan nasi goreng. Kebetulan aku belum sarapan dan lapar. Sambil menikmati nasi goreng hangat dan telor matasapi, akhirnya kami sepakat mencari hotel. Setelah menelepon kantor untuk minta cuti sehari, kami berangkat.

Sesampai di kamar hotel, aku langsung mengunci pintu dan menutup rapat kain horden jendela. Kupastikan tak terlihat siapapun. Lalu kulepas sepatu dan menghempaskan badan di kasur yang empuk. Kulihat si Mamah tak tampak, ia di kamar mandi. Kupandangi langit-langit kamar, dadaku berdetak lebih kencang, pikiranku melayang jauh tak karuan. Senang, takut (kalau-kalau ada yang lihat) terus berganti. Tiba-tiba terdengar suara tanda kamar mandi dibuka. Mamah keluar, sudah tanpa blaser dan sepatunya. Kini tampak di hadapanku pemandangan yang menggetarkan jiwaku. Hanya memakai baju putih tipis tanpa lengan. Tampak jelas di dalamnya BH hitam yang tak mampu menampung isinya, sehingga dua gundukan besar dan kenyal itu membentuk lipatan di tengahnya. Aku hanya bisa memandangi, menarik nafas serta menelan ludah.

Mungkin ia tahu kalau aku terpesona dengan gunung gemburnya. Ia lalu mendekat ke ranjang, melatakkan kedua tangannya ke kasur, mendekatkan mukanya ke mukaku, "Mas.." katanya tanpa melanjutkan kata-katanya, ia merebahkan badan di bantal yang sudah kusiapkan. Aku yang sudah menahan nafsu sejak tadi, langsung mendekatkan bibirku ke bibirnya. Kami larut dalam lumat-lumatan bibir dan lidah tanpa henti. Kadang berguling, sehingga posisi kami bergantian atas-bawah. Kudekap erat dan kuelus punggungnya terasa halus dan harum. Posisi ini kami hentikan atas inisiatifku, karena aku tidak terbiasa ciuman lama seperti ini tanpa dilepas sekalipun. Tampak ia nafsu sekali. Aku melepas bajuku, takut kusut atau terkena lipstik. Kini aku hanya memakai CD. Ia tampak bengong memandangi CD-ku yang menonjol. "Lepas aja bajumu, nanti kusut," kataku. "Malu ah.." katanya. "Kan nggak ada yang lihat. Cuma kita berdua," kataku sambil meraih kancing paling atas di punggungnya. Dia menutup dada dengan kedua tangannya tapi membiarkan aku membuka semua kancing. Kulempar bajunya ke atas meja di dekat ranjang. Kini tinggal BH dan celana panjang yang dia kenakan. Karena malu, akhirnya dia mendekapku erat-erat. Dadaku terasa penuh dan empuk oleh susunya, nafsuku naik lagi satu tingkat, "burung"-ku tambah mengencang.

Dalam posisi begini, aku cium dan jilati leher dan bagian kuping yang tepat di depan bibirku. "Ach.. uh.." hanya itu yang keluar dari mulutnya. Mulai terangsang, pikirku. Setelah puas dengan leher dan kuping kanannya, kepalanya kuangkat dan kupindahkan ke dada kiriku. Kuulangi gerakan jilat leher dan pangkal kuping kirinya, persis yang kulakukan tadi. Kini erangannya semakin sering dan keras. "Mas.. Mas.. geli Mas, enak Mas.." Sambil membelai rambutnya yang sebahu dan harum, kuteruskan elusanku ke bawah, ke tali BH hingga ke pantatnya yang bahenol, naik-turun.

Selanjutnya gerilyaku pindah ke leher depan. Kupandangi lipatan dua gunung yang menggumpal di dadanya. Sengaja aku belum melepas BH, karena aku sangat menikmati wanita yang ber-BH hitam, apalagi susunya besar dan keras seperti ini. Jilatanku kini sampai di lipatan susu itu dan lidahku menguas-nguas di situ sambil sesekali aku gigit lembut. Kudengar ia terus melenguh keenakan. Kini tanganku meraih tali BH, saatnya kulepas, ia mengeluh, "Mas.. jangan, aku malu, soalnya susuku kegedean," sambil kedua tangannya menahan BH yang talinya sudah kelepas. "Coba aku lihat sayang.." Kataku memindahkan kedua tangannya sehingga BH jatuh, dan mataku terpana melihat susu yang kencang dan besar. "Mah.. susumu bagus sekali, aku sukaa banget," pujiku sambil mengelus susu besar menantang itu. Putingnya hitam-kemerahan, sudah keras.

Kini aku bisa memainkan gunung kembar sesukaku. Kujilat, kupilin putingnya, kugigit, lalu kugesek-gesek dengan kumisku, Mamah kelojotan, merem melek, "Uh.. uh.. ahh.." Setelah puas di daerah dada, kini tanganku kuturunkan di daerah selangkangan, sementara mulut masih agresif di sana. Kuusap perlahan dari dengkul lalu naik. Kuulangani beberapa kali, Mamah terus mengaduh sambil membuka tutup pahanya. Kadang menjepit tangan nakalku. Semua ini kulakukan tahap demi tahap dengan perlahan. Pertimbanganku, aku akan kasih servis yang tidak terburu-buru, benar-benar kunikmati dengan tujuan agar Mamah punya kesan berbeda dengan yang pernah dialaminya. Kuplorotkan celananya. Mamah sudah telanjang bulat, kedua pahanya dirapatkan. Ekspresi spontan karena malu.

Kupikir dia sama saja denganku, pengalaman pertama dengan orang lain. Aku semakin bernafsu. Berarti di hadapanku bukan perempuan nakal apalagi profesional. Kini jari tengahku mulai mengelus perlahan, turun-naik di bibir vaginanya. Perlahan dan mengambang. Kurasakan di sana sudah mulai basah meski belum becek sekali. Ketika jari tengahku mulai masuk, Mamah mengaduh, "Mas.. Mas.. geli.. enak.. terus..!" Kuraih tangan Mamah ke arah selangkanganku (ini kulakukan karena dia agak pasif. Mungkin terbiasa dengan suami hanya melakukan apa yang diperintahkan saja). "Mas.. keras amat.. Gede amat?" katanya dengan nada manja setelah meraba burungku. "Mas.. Mamah udah nggak tahan nikh, masukin ya..?" pintanya setengah memaksa, karena kini batangku sudah dalam genggamannya dan dia menariknya ke arah vagina. Aku bangkit berdiri dengan dengkul di kasur, sementara Mamah sudah dalam posisi siap tembak, terlentang dan mengangkang. Kupandangi susunya keras tegak menantang.

Ketika kurapatkan "senjataku" ke vaginanya, reflek tangan kirinya menangkap dan kedua kakinya diangkat. "Mas.. pelan-pelan ya.." Sambil memejamkan mata, dibimbingnya burungku masuk ke sarang kenikmatan yang baru saja dikenal. Meski sudah basah, tidak juga langsung bisa amblas masuk. Terasa sempit. Perlahan kumasukkan ujungnya, lalu kutarik lagi. Ini kuulangi hingga empat kali baru bisa masuk ujungnya. "Sret.. sret.." Mamah mengaduh, "Uh.. pelan Mas.. sakit.." Kutarik mundur sedikit lagi, kumasukkan lebih dalam, akhirnya.. "Bles.. bles.." barangku masuk semua. Mamah langsung mendekapku erat-erat sambil berbisik, "Mas.. enak, Mas enak.. enak sekali.. kamu sekarang suamiku.." Begitu berulang-ulang sambil menggoyangkan pinggul, tanpa kumengerti apa maksud kata "suami".

Mamah tiba-tiba badannya mengejang, kulihat matanya putih, "Aduuh.. Mas.. aku.. enak.. keluaar.." tangannya mencengkeram rambutku. Aku hentikan sementara tarik-tusukku dan kurasakan pijatan otot vaginanya mengurut ujung burungku, sementara kuperhatikan Mamah merasakan hal yang sama, bahkan tampak seperti orang menggigil. Setelah nafasnya tampak tenang, kucabut burungku dari vaginanya, kuambil celana dalamnya yang ada di sisi ranjang, kulap burungku, juga bibir vaginanya. Lantas kutancapkan lagi. Kembali kuulangi kenikmatan tusuk-tarik, kadang aku agak meninggikan posisiku sehingga burungku menggesek-gesek dinding atas vaginanya. Gesekan seperti ini membuat sensasi tersendiri buat Mamah, mungkin senggamanya selama ini tak menyentuh bagian ini. Setiap kali gerakan ini kulakukan, dia langsung teriak, "Enak.. terus, enak terus.. terus.." begitu sambil tangannya mencengkeram bantal dan memejamkan mata. "Aduuhm Mas.. Mamah keluar lagi niikh.." teriaknya yang kusambut dengan mempercepat kocokanku.

Tampak dia sangat puas dan aku merasa perkasa. Memang begitu adanya. Karena kalau di rumah, dengan istri aku tidak seperkasa ini, padahal aku tidak pakai obat atau jamu kuat. Kurasakan ada sesuatu yang luar biasa. Kulirik jam tanganku, hampir satu jam aku lakukan adegan ranjang ini. Akhirnya aku putuskan untuk terus mempercepat kocokanku agar ronde satu ini segera berakhir. Tekan, tarik, posisi pantatku kadang naik kadang turun dengan tujuan agar semua dinding vaginanya tersentung barangku yang masih keras. Kepala penisku terasa senut-senut,
"Mah.. aku mau keluar nikh.." kataku.
"He.. eeh.. terus.. Mas, aduuh.. gila.. Mamah juga.. Mas.. terus.. terus.."
"Crot.. crot.." maniku menyemprot beberapa kali, terasa penuh vaginanya dengan maniku dan cairannya. Kami akhiri ronde pertama ini dengan klimaks bareng dan kenikmatan yang belum pernah kurasakan. Satu untukku dan tiga untuk Mamah.

Setelah bersih-bersih badan, istirahat sebentar, minum kopi, dan makan makanan ringan sambil ngobrol tentang keluarganya lebih jauh. Mamah semakin manja dan tampak lebih rileks. Merebahkan kepalanya di pundakku, dan tentu saja gunung kembarnya menyentuh badanku dan tangannya mengusap-usap pahaku akhirnya burungku bangun lagi. Kesempatan ini dipergunakan dengan Mamah. Dia menurunkan kepalanya, dari dadaku, perut, dan akhirnya burungku yang sudah tegang dijilatinya dengan rakus. "Enak Mas.. asin gimana gitu. Aku baru sekali ini ngrasain begini," katanya terus terang. Tampak jelas ia sangat bernafsu, karena nafasnya sudah tidak beraturan. "Ah.." lenguhnya sambil melepas isapannya. Lalu menegakkan badan, berdiri dengan dengkul sebagai tumpuan. Tiba-tiba kepalaku yang sedang menyandar di sisi ranjang direbahkan hingga melitang, lalu Mamah mengangkangiku.

Posisi menjadi dia persis di atas badanku. Aku terlentang dan dia jongkok di atas perutku. Burungku tegak berdiri tepat di bawah selangkangannya. Dengan memejamkan mata, "Mas.. Mamah gak tahaan.." Digenggamnya burungku dengan tangan kirinya, lalu dia menurunkan pantatnya. Kini ujung kemaluanku sudah menyentuh bibir vaginanya. Perlahan dan akhirnya masuk. Dengan posisi ini kurasakan, benar-benar kurasakan kalau barang Mamah masih sempit. Vagina terasa penuh dan terasa gesekan dindingnya. Mungkin karena lendir vaginanya tidak terlalu banyak, aku makin menikmati ronde kedua ini. "Aduuh.. Mas, enak sekali Mas. Aku nggak pernah sepuas ini. Aduuh.. kita suami istri kan?" lalu.. "Aduuh.. Mamah enak Mas.. mau keluar nikh.. aduuh.." katanya sambil meraih tanganku diarahkan ke susunya. Kuelus, lalu kuremas dan kuremas lagi semakin cepat mengikuti, gerakan naik turun pantatnya yang semakin cepat pula menuju orgasme.

Akhirnya Mamah menjerit lagi pertanda klimaks telah dicapai. Dengan posisi aku di bawah, aku lebih santai, jadi tidak terpancing untuk cepat klimaks. Sedangkan Mamah sebaliknya, dia leluasa menggerakkan pantat sesuai keinginannya. Adegan aku di bawah ini berlangsung kurang lebih 30 menit. Dan dalam waktu itu Mamah sempat klimaks dua kali. Sebagai penutup, setelah klimaks dua kali dan tampak kelelahan dengan keringat sekujur tubuhnya, lalu aku rebahkan dia dengan mencopot burungku. Setelah kami masing-masing melap "barang", kumasukkan senjataku ke liang kenikmatannya. Posisinya aku berdiri di samping ranjang. Pantatnya persis di bibir ranjang dan kedua kakinya di pundakku. Aku sudah siap memulai acara penutupan ronde kedua. Kumulai dengan memasukkan burungku secara perlahan. "Uuh.." hanya itu suara yang kudengar. Kumaju-mundurkan, cabut-tekan, burungku. Makin lama makin cepat, lalu perlahan lagi sambil aku ambil nafas, lalu cepat lagi. Begitu naik-turun, diikuti suara Mamah, "Hgh.. hgh.. " seirama dengan pompaanku.

Setiap kali aku tekan mulutnya berbunyi, "Uhgh.." Lama-lama kepala batanganku terasa berdenyut.
"Mah.. aku mau keluar nikh.."
"Yah.. pompa lagi.. cepat lagi.. Mamah juga Mas.. Kita bareng ya.. ya.. terus.." Dan akhirnya jeritan..
"Aaauh.." menandai klimaksnya, dan kubalas dengan genjotan penutup yang lebih kuat merapat di bibir vagina, "Crot.. crott.." Aku rebah di atas badannya. Adegan ronde ketiga ini kuulangi sekali lagi. Persis seperti ronde kedua tadi.

Pembaca, ini adalah pengalaman yang luar biasa buat saya. Luar biasa karena sebelumnya aku tak pernah merasakan sensasi se-luar biasa dan senikmat ini. Setelah itu kami tidak pernah bertemu lagi, meski aku tahu alamatnya. Kejadian ini membuktikan, seperti yang pernah kubaca, bahwa selingkuh yang paling nikmat dan akan membawa kesan mendalam adalah yang dilakukan sekali saja dengan orang yang sama. Jangan ulangi lagi (dengan orang yang sama), sensasinya atau getarannya akan berkurang. Aku kadang merindukan saat-saat seperti ini. Selingkuh yang aman seperti ini.

TAMAT

Ibu ku yang Lesbian

Suatu hari pada awal bulan September. Ketika itu aku pulang dari kuliah. Dan di meja komputerku tergeletak sebuah amplop. Kubuka amplop itu yang memang ditujukan kepadaku. Kubaca tulisan pada kertas yang terdapat di dalam amplop tersebut. "Ibu minta maaf. Ibu telah mengetahui kelainanmu dan juga telah membaca ceritamu yang dimuat pada sebuah situs. Tapi ibu tidak akan marah. Karena ibu juga pernah mengalaminya. Tolong coret-coretan ibu pada kertas ini kamu ketik dengan kata-katamu dan kirim ke situs yang sama. Terima kasih". Coret-coretan ibu di bawah suratnya dan dibaliknya lalu kuketik dengan kata-kataku sendiri Dan hasilnya adalah seperti di bawah ini.

Suatu hari ibuku yang berusia 45 tahun pergi bersama ibu-ibu tetangga yang juga sebaya dengan ibuku ke rumah Ibu Tanti yang pindahan dari luar kota. Ibuku bersama Ibu Nunik, Ibu Desy dan Ibu Indah (nama-nama di atas menurut ibuku bukan nama yang sebenarnya). Mereka berbincang-bincang di ruang tamu. Ibu Desy ternyata menemukan sebuah VCD porno di tumpukan majalah.
Dia bertanya, "Bu Tanti.., Ini punya siapa?"
Bu Tanti kelihatan terkejut dan berusaha merebut VCD itu sambil berkata, "Jangan Bu Desy.., Saya malu.."
Lalu dijawab oleh Ibu Desy, "Diputar boleh kan?"
Ibu Tanti hanya diam saja ketika Ibu Desy memasang VCD itu ke VCD player dan memutarnya.

Pada mulanya ibuku dan ibu-ibu lainnya hanya diam saja melihat adegan dalam film itu. Tapi beberapa menit kemudian Ibu Tanti terlihat mengangkat dasternya sampai perutnya kelihatan dan tangannya masuk ke dalam CD-nya. Ibu Indah yang melihat itu berkata, "Mari saya bantu Bu..", Sambil dia menghampiri Ibu Tanti. Dilepaskannya daster yang dipakai Ibu Tanti. Kemudian Ibu Indah duduk di belakang Ibu Tanti, dari belakang tangannya masuk ke dalam CD yang dipakai Ibu Tanti. Melihat hal itu Ibu Nunik dan Ibu Desy yang duduk berdampingan saling memandang dan entah siapa yang mulai keduanya sudah berdiri saling berciuman. Mereka saling melepas pakaian yang dipakai dan menyisakan pakaian dalam. Begitu juga dengan ibuku yang juga berdiri melepas pakaiannya dan sekaligus melepas BH-nya.

Ibuku meremas payudaranya sendiri kemudian menghampiri Ibu Nunik dan Ibu Desy yang sedang berciuman. Dari belakang ibuku melepas BH yang dipakai Ibu Nunik dan menempelkan kedua payudaranya ke punggung Ibu Nunik. Tangannya juga maju ke depan meremas kedua payudara Ibu Nunik sehingga Ibu Nunik melepaskan ciuman pada bibir Ibu Desy. Ibu Desy lalu melepas BH-nya dan memeluk Ibu Nunik dari depan. Sementara itu Ibu Tanti dan Ibu Indah sudah telanjang bulat, saling berpelukan dan berciuman.

Kejadian yang paling dinikmati ibuku pada waktu itu adalah ketika ibuku telentang. Dia diduduki Ibu Tanti sehingga kedua liang kenikmatan mereka saling bergesekan. Sementara payudara kirinya dihisap oleh Ibu Desy dan payudara kanannya diremas Ibu Indah. Sedangkan Ibu Tanti sendiri saling berciuman dan saling meremas payudara dengan Ibu Nunik. Ibu Desy dan Ibu Indah juga saling meremas payudara dibantu kedua tangan ibuku. Kajadian itu sungguh menegangkan, bergantian mereka saling meremas payudara, saling menggesek liang kenikmatan dan berakhir dengan orgasme yang begitu dahsyat di antara mereka.

Setelah sampai di rumah, ibuku yang melewati kamarku mendengar desahan-desahan dari dalam kamarku. Ibuku penasaran dan mengintip dari lubang kunci pintu kamarku dan melihat aku dan Ambar sedang berdiri saling menggesekkan kemaluan dan kedua payudara. Ibuku langsung pergi ke belakang dan melewati kamar Inem (juga bukan nama yang sebenarnya) yang terbuka. Dilihatnya Inem sedang tidur dengan rok yang tersingkap sampai pahanya kelihatan dan kancing baju bagian atas yang terbuka. Gairah ibuku muncul ketika teringat kejadian di rumah Ibu Tanti sehingga ibuku menghampiri Inem. Dielusnya paha Inem dan bibirnya mencium bibir Inem. Inem kelihatan terbangun tetapi matanya masih terpejam dan kelihatan menikmati ciuman dari ibuku. Inem kemudian membuka matanya dan kaget. Dilepaskannya ciuman ibuku sambil berkata berulang-ulang.

"Jangan Bu.." Ibuku membungkam perkataan Inem dengan ciumannya dan akhirnya Inem pun kelihatan menikmatinya. Bahkan lidahnya menjilat lidah ibuku. Ibuku semakin berani. Kancing baju Inem dilepaskan satu persatu lalu ibuku meremas payudara Inem yang lumayan besar hampir sama dengan payudara ibuku yang berukuran 36B. Ibuku lalu membalikkan tubuh Inem sehingga Inem tengkurap. BH Inem dilepaskan dari belakang dan didudukinya pantat Inem. Tangan ibuku mengusap-usap punggung Inem, lalu salah satu tangannya turun ke bawah meremas payudara Inem sedangkan tangan satunya melepaskan bajunya sendiri. Setelah itu ibuku membalikkan lagi tubuh Inem. Dilihatnya Inem tersenyum. Ibuku kemudian menghisap payudara Inem dan kedua tangan Inem melepas BH yang dipakai ibuku sehingga kini mereka saling meremas kedua payudara pasangannya.

Setelah beberapa lama saling meremas payudara, ibuku menindih tubuh Inem dan kedua payudara mereka saling menempel. Keduanya mendesah pelan. Ibuku mencium kembali bibir Inem dan tangannya melepas celana panjangnya. Ibuku kemudian duduk di samping Inem sambil tetap menciumnya. Kedua tangannya melepaskan apa yang masih tersisa di tubuh Inem. Inem kini sudah telanjang bulat. Dikangkangkannya kaki Inem sehingga bibir kemaluannya merekah. Bibir ibuku turun ke bawah dan langsung menghisap dan menjilati liang kemaluan Inem sambil tangan kanannya meremas kedua payudara Inem bergantian dan tangan kirinya mengelus pahanya, dilanjutkan jarinya yang masuk ke lubang kenikmatan Inem.

Lama sekali ibuku memperlakukan Inem dengan mesra. Sampai Inem mengerang berkali-kali. Inem akhirnya lemas setelah liang kenikmatannya dikocok dengan jari ibuku disamping dihisap dan dijilat. Ibuku bangkit dari tempat tidur dan mengambil bajunya. Tiba-tiba Inem dari belakang memeluk ibuku dan tangannya masuk ke dalam CD yang masih dipakai ibuku. "Nem sabar dulu ya.., Kita bergabung dengan Mitha dan temannya.." Sambil menarik Inem yang masih telanjang. Ibuku dan Inem masuk ke kamarku dan ternyata aku dan Ambar sudah pergi.

Inem memegang sesuatu dan dari belakang melepas CD yang dipakai ibuku. Ibuku hanya diam saja. Inem memasukkan benda yang dipegangnya, yang ternyata sebuah dildo ke dalam liang kemaluan ibuku. Perlahan Inem mengeluarmasukkan dildo itu sambil mengocoknya. Ibuku mengerang keras dan Inem maju ke depan, ujung dildo yang satunya dimasukkannya ke dalam lubang kemaluannya sendiri. Inem mengerang lebih keras dari ibuku dan disambut dengan ciuman dari ibuku. Mereka saling berciuman, berjilatan lidah, menggesekkan kedua payudara yang menempel dan mengeluar masukkan dildo ke dalam liang kenikmatan mereka ditambah dengan kedua tangan mereka yang saling meremas pantat mereka yang kenyal hingga mereka mencapai orgasme.

Setelah kejadian itu Inem berhenti bekerja dari rumahku. Ibuku mengira Inem marah karena diperlakukan begitu oleh ibuku. Tetapi ternyata tidak, setelah ibuku memergoki Inem sedang bermesraan dengan teman sesama pembantu di tempatnya bekerja yang dulu. Memang sebelum aku menjadi lesbian, Inem pernah bercerita kepadaku bahwa dia pindah ke sini karena di tempatnya bekerja yang dulu pernah waktu tidur digerayangi tubuhnya oleh temannya sesama pembantu wanita. Dia marah lalu berhenti bekerja dari tempatnya bekerja yang dulu.

Begitulah kisah ibuku yang ternyata lesbian. Buat para pembaca wanita, yang ingin berkenalan denganku silakan kirim e-mail kepada saya. Juga tolong sertakan biodata diri dan foto serta pengalaman pertama kali menjadi lesbi.

TAMAT

Gairah Malam

Namaku Wawan. Aku bekerja sebagai penulis lepas di berbagai media cetak. Aku akan menceritakan pengalamanku yang berhubungan dengan dunia lesbian.
Suatu ketika aku pergi ke luar kota dengan kendaraan sendiri. Di tengah perjalanan dadaku merasa sesak. Aku menghentikan mobilku ke pinggir jalan. Waktu itu hampir pukul 8 malam. Keadaan di sekeliling adalah persawahan yang gelap dan sepi. Hanya ada sebuah rumah agak jauh di depan. Ada papan namanya. Yang bisa kubaca hanya 'Jam praktek 17.00-21.00'. Dari situ aku bisa tahu kalau itu rumah dokter.

Aku jalankan mobil sampai depan rumah itu. Ternyata benar. Dokter Merry. Aku turun dan langsung masuk dengan membuka pintu yang setengah terbuka. Aku terkejut. Dua orang wanita saling berpelukan. Memang saling berpelukan tidak akan mengejutkan. Tetapi yang mengejutkan adalah mereka berdua dalam keadaan telanjang.

Aku sengaja terbatuk. Salah satu dari mereka malah mengajak aku untuk bergabung. Kalau dadaku tidak sakit, mungkin aku langsung saja buka semua pakaian. Tapi sekarang aku datang dengan keluhan. Mereka berdua akhirnya sadar. Mereka berdua cepat mengenakan pakaian tanpa memakai pakaian dalam yang berserakan di lantai.
Sang dokter yang bernama Merry sudah berusia sekitar 32 tahun. Tingginya sekitar 158 cm dan beratnya sekitar 51 kg. Kulitnya putih mulus dan di telinganya tergantung sebuah kacamata minus. Rambut hitamnya lurus dan panjang.

Perawatnya. Namanya Emma. Usianya sama denganku. 22 tahun. Tingginya sekitar 155 cm dan beratnya sekitar 45 cm. Kulitnya sawo matang sama denganku. Rambutnya lurus dan hitam terpotong pendek ciri khas seorang perawat.

Ketika diperiksa, aku berpikiran untuk mengundang mereka berdua ke Yogya. Aku ingin melihat langsung percumbuannya. Hanya melihat. Tidak bergabung dalam percumbuannya. Kuutarakan hal ini setelah selesai diperiksa. Mereka berdua setuju. Kami saling bertukar nomor telepon.

Akhirnya kami bertemu di sebuah hotel berbintang di kota Yogyakarta. Malam itu aku melihat langsung mereka berdua bercumbu di kamar hotel tersebut. Mereka melakukannya seolah-olah tidak ada orang yang melihat. Kurekam dengan handycam setelah minta ijin mereka berdua. Aku juga minta ijin untuk menyebarluaskan permainan mereka sebagai sebuah VCD porno. Dalam waktu dekat pembaca mungkin bisa mendapatkannya di pasaran dengan judul yang sama dengan judul diatas. Kupilih judul itu karena pengambilan gambar dilakukan pada cahaya lampu yang berintensitas kecil atau samar-samar.
Pada awalnya mereka berdua dengan menari-nari melepaskan satu persatu pakaian yang dipakai dengan iringan musik lembut dari sebuah CD yang kuputar. Tidak lupa juga Merry melepas kacamata yang dipakainya. Setelah mereka berdua telanjang bulat, iringan musik lembut berganti dengan desahan-desahan kenikmatan.

Merry menghampiri Emma yang duduk di kursi sofa. Diciumnya bibir Emma. Tangan kanan Emma membelai payudara kiri Merry yang berukuran 34. Emma merubah posisinya dengan bertumpu pada kedua tangan dan lutut. Dari belakang Merry membuka vagina Emma dan menghisap vagina Emma dengan lidahnya. Lalu jari tengah tangan kanannya mengocok vagina Emma. Tangan kanan Emma meremas sendiri payudara kanannya yang berukuran 38.

Kemudian Merry menggesek-gesekkan kedua payudaranya ke pantat Emma. Dia lalu duduk di atas pantat Emma dan mengesek-gesekkan kedua payudaranya ke punggung Emma. Beberapa menit kemudian Merry berdiri dan Emma kembali duduk. Emma duduk sambil tangan kanannya membelai vaginanya sendiri sambil melihat Merry berdiri dan meremas-remas kedua payudaranya sendiri bergantian.

Merry kemudian jongkok di depan Emma. Dihisapnya vagina Emma dengan lidahnya. Emma memegang kepala Merry. Merry sendiri juga mengocok vaginanya sendiri dengan jari tengah tangan kanannya dari arah pantat. Emma merebahkan tubuhnya ke kursi sofa. Ditariknya Merry supaya naik ke atas kursi sofa. Merry naik dan menyodorkan payudara kanannya ke mulut Emma yang langsung menjilatinya sambil membelainya. Merry sedikit turun ke bawah yang menyebabkan lidah Emma menjilati lehernya. Sementara payudara kanannya masih dibelai dan diremas-remas oleh Emma. Merry membelai vagina Emma dengan tangan kanannya.

Lalu Merry berdiri dan mengambil segelas air dari meja. Emma juga berdiri dan merapat ke tubuh Merry. Payudara kanannya dijilati oleh Merry yang payudara kanannya menempel di bawah belahan kedua payudara Emma. Sedangkan payudara kirinya disambut belaian tangan kiri Emma yang pinggangnya dipeluk oleh Merry. Emma menurunkan tubuhnya sedikit sehingga mulutnya dapat menghisap payudara kiri Merry. Mulutnya setengah terbuka menerima air yang ditumpahkan Merry ke payudara kirinya. Payudara kanannya digesek-gesekkan ke paha kiri Merry. Emma lalu menjilati payudara kiri Merry yang basah.

Merry menarik Emma untuk berdiri. Diciumnya bibir Emma dengan penuh nafsu. Emma membalas dengan tak kalah nafsunya. Mereka berjilatan lidah. kedua payudara mereka saling bergesekan. Emma turun kembali dan langsung menghisap vagina Merry dengan lidahnya. Tangan kanannya meremas-remas payudara kanannya sendiri.

Emma kemudian membimbing Merry untuk tengkurap di meja dengan kedua kaki masih dibawah. Emma jongkok di antara kedua kaki Merry dan mengangkangkan kakinya. Dihisapnya vagina Merry dengan lidahnya dari belakang sambil tangan kanannya membelai paha kanan Merry. Sedangkan Merry meremas-remas payudara kanannya sendiri. Lalu Emma ikut merapat ke meja. Dari arah samping Emma mencium bibir Merry yang langsung dibalasnya juga dengan ciuman. Payudara kanannya saling bergesekan dengan payudara kiri Merry. Tangan kanannya membelai pantat Merry. Dia lalu berdiri di belakang Merry. Digesek-gesekkan kedua payudaranya ke pantat Merry dengan sedikit menurunkan tubuhnya.

Lalu Merry membalikkan tubuhnya. Dibimbingnya Emma untuk duduk di meja. Merry lalu menjilati payudara kiri Emma. Kedua kaki Emma menjepit pinggang Merry. Merry melanjutkan dengan menghisap payudara kiri Emma. Kembali Merry menjilati payudara kiri Emma. Kali ini dilanjutkan dengan menjilati leher Emma yang menengadahkan kepalanya. Emma merebahkan tubuhnya ke meja. Merry naik ke meja dan menungging di atas kepala Emma yang langsung menghisap vagina Merry dengan lidahnya. Emma sendiri juga membelai vaginanya sendiri dengan kedua tangannya.

Emma bangkit dari posisi tidurnya. Dia juga menungging dan menghisap vagina Merry dengan lidahnya dari belakang. Setelah beberapa menit, dibaliknya tubuh Merry. Dihisapnya kembali vagina Merry dengan lidahnya. Emma merasa lelah dan akhirnya dia merebahkan tubuhnya di samping Merry. Merry merasa belum puas. Dia mencium Emma yang dibalas Emma dengan ciuman pula. Kedua jari tengah tangan mereka mengocok vagina mereka masing-masing.

Akhirnya mereka berdua berdiri. Mereka berpelukan sambil mengesekkan vagina mereka. Kedua payudara mereka saling menempel. Agak lama mereka dalam saling menggesek vagina. Lalu Merry menjilati payudara kiri Emma.

Hanya sebentar. Lalu Merry mengangkat tubuh Emma dan dibawanya ke tempat tidur. Diturunkannya tubuh Emma di tempat tidur. Lalu dia memposisikan vaginanya supaya dihisap oleh Emma dengan lidahnya. Merry lalu menurunkan pantatnya ke kedua payudara Emma. Digeseknya payudara Emma dengan pantatnya. Dijitatinya juga lidah Emma yang terjulur keluar. Jilatannya turun ke leher. Pantatnya juga semakin turun. Vaginanya akhirnya bertemu dengan vagina Emma. Mereka saling menggesekkan vagina mereka. Merry meremas kedua payudara Emma dengan kedua tangannya. Dijilatinya juga kedua kedua payudara Emma bergantian. Jilatan lidahnya semakin turun ke bawah dan menjilati pusar Emma.

Kedua tangannya masih meremas kedua payudara Emma yang kelihatan sudah mencapai titik puncak kegairahan. Lidahnya menghisap vagina Emma yang kedua tangannya sendiri mengganti kedua tangan Merry dalam meremas payudaranya. Merry akhirnya juga telah mencapai titik puncak kegairahan. Dia tertidur dengan kepalanya masih berada di atas selangkangan Emma. Emma sendiri juga tertidur dengan kedua tangan berada di kedua payudaranya sendiri. Tahu-tahu hari sudah pagi dan mereka berdua berpamitan kepadaku untuk kembali ke tempatnya semula.

Demikian ceritaku. Mungkin terlalu sederhana. Tidak seperti ketika menulis artikel untuk media cetak. Aku berharap ada kaum lesbian yang mau kulihat langsung percumbuannya dan kalau diijinkan bisa kurekam sebagai sebuah VCD porno dan disebarluaskan di pasaran.

Tamat

Dina dan Riana

Salam, para pembaca aku adalah penulis "Gairah Cinta Sesama Jenis", "Tante Rahayu" dan "Tante Rahayu dan Temannya". Kali ini aku akan menceritakan pengalamanku dengan Diana dan Nina. Pukul delapan tepat saat aku melirik jam tanganku ketika memasuki pintu kantor. Segaris senyuman ramah dari Nina, seorang resepsionis yang sedang KKN di kantorku menyambutku hangat. Ucapan selamat pagi kuterima dari Bramanto, satpam kantor yang bertubuh tinggi besar namun memiliki suara seperti tikus kejepit. Kontras sama bodinya. Aku balas menyapanya sambil berlalu menuju ruangan kerjaku. Perusahan tempat aku bekerja ini adalah perusahaan percetakan dan penerbitan terbesar di Indonesia dan aku adalah salah satu manager di situ. Usiaku 28 tahun dan ini adalah tahun keempat aku bekerja di sini. Gelar S1 UI dan S2 di sebuah perguruan tinggi di Australia sepertinya sangat menolongku mencapai posisi ini dalam waktu relatif cepat. Cukup cepat sehingga menimbulkan kecemburuan di antara rekan-rekan senior di sini. Well, bagiku itu problem mereka, yang penting aku tidak menginjak kepala mereka untuk menduduki jabatan ini.

Ruang kerjaku terletak di lantai 4 di gedung milik perusahaanku. Gedung yang cukup besar karena sekaligus menjadi satu dengan tempat percetakan dan penerbitan. Ruang kerjaku tidak terlalu besar tapi juga tidak kecil. Cukuplah bagiku untuk bisa melakukan senam-senam kecil di siang hari. Oh iya, itu merupakan salah satu kebiasaanku untuk menghilangkan penat dan merenggangkan otot. Kebiasaan itu terbukti cukup sukses mengurangi stress dalam bekerja.

"Tok.. tok.. tok.."
Terdengar ketukan dan sesaat kemudian seraut wajah muncul dari balik daun pintu itu.
"Hai.. good morning Sar," ucapan itu muncul dari wajah ganteng milik Hendra asistenku.
"Eh.. pagi Hen," jawabku.
"Wah gimana Sar.. masih 'hangover'?" Hendra bertanya sambil melangkah duduk di depan mejaku.
"Thank God nggak tuh.. tadi waktu bangun tidur sih sempet agak pusing tapi sekarang udah nggak lagi tuh."
Hendra semalam yang terpaksa mengantarku pulang karena aku sudah terlalu "Hii" buat mengemudi.
"Sungguh.. aku baru kali itu liat kamu mabuk Sar," ujarnya sambil sebuah map berisi beberapa berkas yang harus kuperiksa.
"Oh ya.. aku juga nggak tau tuh bisa kebablasan minum gitu," aku menjawab dengan enteng sambil membaca berkas-berkas yang disodorkannya.

Hubunganku dengan Hendra memang lebih mirip hubungan antar teman biasa. Aku sendiri yang meminta dia agar bersikap informal dalam hubungan kami. Dia baru mulai bersikap formal dengan memanggilku "Bu" apabila dalam situasi-situasi tertentu seperti dalam rapat atau di depan atasanku. Umur kami berdua hampir sama. Aku cuma lebih tua setahun darinya. Hendra sudah berkeluarga dengan satu orang putra balita. Kami biasa bercerita apa saja mulai dari masalah keluarganya atau kantor bahkan sampai masalah seks kami bicarakan dengan gamblang. Tidak jarang kami suka bertukar "joke-joke" ringan mengenai seks.

Hendra memang ganteng, tapi cara bicara dia yang halus bahkan cenderung kemayu makin membuatku tidak risih dengannya. Kalau bisa dibandingkan, gaya bicara dan tindak tanduknya mirip Syahrul Gunawan bintang sinetron yang kemayu itu. Malahan dalam urusan gosip dia menjadi trend setter di kantorku. Apabila terlihat kerumunan ibu-ibu saat jam makan siang dan suasananya riuh, dapat dipastikan kalau Hendra berada di tengah-tengahnya sedang memberikan laporan up to date-nya tentang gosip hari itu.

"Hen, bagaimana tentang nanti siang? Jam berapa Pak Faisal datang?" tanyaku.
Pak Faisal itu adalah suplier yang akan kutemui siang ini.
"Oh iya.. dia datang setelah jam makan siang."
"Tadi sekretarisnya sudah confirm ke sini," ujarnya lagi menambahkan.
"Eh tau nggak Sar tentang desas-desus Mbak Diana dengan si Nina resepsionis itu?" kata Hendra mulai dengan nada "rumpi"-nya.
Memang akhir-akhir ini di kalangan karyawan di sini tersebar isu yang mengatakan kalau Diana teman kantorku dari bagian finance yang semalam berulang tahun itu seorang lines dan memiliki "affair" dengan Nina resepsionis baru kantorku.
"Ah masa sih.. Diana khan udah punya suami," aku menimpali sambil membereskan beberapa pekerjaanku.

Sebetulnya aku tidak suka ngomongin sesama teman. Apalagi gosipnya termasuk dalam kategori yang aku sukai seperti itu.
"Tapi kayaknya benar tuh.. akhir-akhir ini mereka suka keluar makan siang berdua dan selalu nggak mau gabung kalau diajak makan bareng sama yang lain."
Hendra makin seru dengan gosipnya. Kemudian dengan menurunkan nada suaranya ia berkata,
"Ada lagi yang lebih parah Sar."
Melihat ekspresi Hendra yang serius aku jadi mulai penasaran akan ceritanya.
"Parah gimana?" tanyaku sambil ikut-ikutan merendahkan nada suaraku.
"Si tikus kejepit Bramanto.. pernah liat mereka berdua kiss-kissan sambil pegang-pegangan di toilet?"
Wah, seruku dalam hati. Gosip sih gosip, tapi kalau ternyata memang betul?
"Pervert banget dong.. si Bramanto ngomong bener tuh?"
Kini aku benar-benar tertarik. Tak dapat terbayangkan olehku kalau di kantor ini telah terjadi hal-hal yang betul-betul "kinky" itu. Bisa-bisa aku tambah betah di sini.

"Aku sih percaya omongan dia, lagi pula kamu nggak tau yah kalo semalam Mbak Diana tuh pulangnya bareng Nina. Lagian baru kali ini khan anak resepsionis yang masih baru udah diundang acara-acara luaran kita," katanya lagi.
Wah aku tidak sanggup meneruskan bayanganku tentang hubungan mereka itu.
"Ah that's enough Hen.. aku sih mending diam ajalah.. kecuali benar-benar ngeliat di depan mata kepala sendiri," kataku, ingin segera menyudahi pembicaraan ini karena aku merasa bersalah sudah membayangkan Diana melakukan perbuatan itu.
"Ok, ok terserah kamu deh Sar, moga-moga juga gosip itu nggak bener semua, aku cerita ke kamu aja sih soalnya khan kamu termasuk dekat sama Mbak Diana."
Kalimat Hendra seakan mencari pembenaran bagi ke-"ember"-annya itu.
"Knock it off.. will u.." kataku sambil bercanda dan mengibaskan tanganku seakan aku tidak begitu tertarik dengan gosip itu.
"I think we better back to work. Ndra tolong kamu siapkan berkas penawaran dari suplier sebelumnya and I want it on my desk before lunch time."

Sudah cukup "chit-chat"-nya dan aku kembali ke gaya kantoran lagi.
"Ok deh Mam, eh kamu mau lunch bareng nggak nanti?" Hendra bertanya sambil melangkah menuju pintu.
"Mmm.. aku mau makan siang di sini aja.. thanks buat ajakannya," jawabku.
"Snip!" Hendra membalas dengan menjentikan jarinya lalu jari telunjuknya mengarah padaku lalu dengan gaya kartunnya yang agak ngeselin dia mengedipkan matanya sambil berucap,
"See u then."
Grown up man! itu yang terucap dalam hatiku melihat tingkah Hendra yang kadang masih kekanakan. Anyway, kalau tidak ada dia aku kesepian juga sih, soalnya dia orangnya easy goingdan asyik saja (kecuali kalau kami lagi serius kerja). Geli juga sih membayangkan bagaimana kelakuan dia di rumah. Kan dia sudah berkeluarga. Gimana cara istrinya menghadapi sifat "rumpi" dan childish suaminya itu?

Sore itu selepas jam kantor aku masih saja berada di ruang kerjaku. Seperti biasa aku membereskan semua sisa pekerjaanku sekaligus semacam evaluasi pribadi akan kinerjaku hari itu. Itu merupakan salah satu kebiasaanku karena aku tidak mau ada sesuatu yang tercecer atau tertinggal hingga membuatku repot di hari berikutnya. Dan seperti biasanya suasana lalulintas di depan kantorku sangat padat (tidak cuma di depan kantorku sih, di Jakarta memang dimana-mana padat kalau jam pulang kantor). Biasanya aku suka mampir di "Playan" yang kebetulan dekat dengan kantorku dan bersama beberapa rekan kantor "hangout" di Kafe Wien sampai keadaan jalan mulai lenggang baru pulang. Tapi saat itu aku malas beranjak keluar kantor dan iseng browsing di internet sambil minum Capucino. 20 menit kemudian aku merasa harus segera ke toilet dan seperti biasa aku suka menggunakan toilet yang terletak di bagian direksi. Alasanku adalah karena toilet wanita di sana lebih jarang digunakan karena biasa hanya digunakan oleh tamu direksi yang wanita dan para sekretaris direksi saja (lagipula para direksinya adalah pria semuanya).

Aku melintasi ruang kantor utama yang sudah kosong menuju ke bagian selatan lantai 4 ini. Di bagian direksi sebagian besar lampu sudah dipadamkan sehingga hanya lampu-lampu di koridor saja yang masih tetap menyala. Sebenarnya suasana temaram dan sepi ini agak menyeramkan tapi karena sudah empat tahun bekerja di sini aku sudah familiar dengan suasana gedung ini. Lagipula di lantai satu dan dua di bagian produksi kegiatan tetap berlangsung dan masih ramai dengan pekerja. Aku memasuki toilet wanita yang terletak di tempat paling ujung bagian direksi. Lampunya masih menyala dan tanpa ragu aku melangkah masuk ke dalamnya. Begitu memasuki toilet aku langsung melewati jajaran wastafel di kedua sisi dengan cermin sepanjang dinding kedua sisinya. Ada empat bilik toilet di dalamnya. Di pintu masuk dua bilik pertama tergantung sign "RUSAK/DALAM PERBAIKAN" sehingga aku memasuki pintu ketiga. Ketika aku sedang duduk di toilet itu ada perasaan aneh yang muncul. Perasaan yang mengatakan kalau aku tidak sendiri di ruangan ini. Insting-ku seperti merasakan kehadiran orang lain di ruangan ini. Aku segera mengusir perasaan itu jauh-jauh dan segera setelah selesai buang air kecil aku segera membersihkan diri (tentunya flushing the toilet juga) lalu ingin segera meninggalkan ruangan yang mulai "spooky" itu.

Belum sempat aku keluar tiba-tiba pintu masuk toilet terbuka dan terdengar langkah-langkah kaki yang tergesa-gesa. Ada sedikit suara bisik-bisik singkat yang membuatku mengenali suara itu. Itu suara Diana! rasa ingin tahuku keluar hingga aku perlahan membuka pintu bilik-ku mengintip. Rupanya mereka berada di sisi yang sama dengan jajaran bilik toilet sehingga aku tidak dapat melihat langsung ke arah mereka. Akan tetapi cermin besar sepanjang sisi seberangnya membuatku bisa melihat mereka melalui cermin itu. Dan apa yang kulihat benar-benar membuat kedua lututku gemetar. Diana dan Nina si resepsionis sedang bergelut penuh nafsu birahi! kulihat bibir keduanya saling menempel erat dan desah nafas mereka berdua terdengar keras memenuhi ruangan itu. Perasaan antara jijik dan shock aku rasakan menyaksikan dua orang wanita yang kukenal melakukan hubungan sejenis di depan mataku. Ingin aku memalingkan muka karena muak melihat perbuatan mereka namun rasa ingin tahuku terlalu kuat hingga aku menyaksikan "permainan" mereka dari balik pintu toilet ini.

Dan apa yang kulihat benar-benar membuat kedua lututku gemetar kesenangan. Diana dan Nina si resepsionis sedang bergelut penuh nafsu birahi. Kulihat bibir keduanya saling menempel erat dan desah nafas mereka berdua terdengar keras memenuhi ruangan itu. Perasaan antara ingin turut ambil bagian dan shock menyelimutiku menyaksikan dua orang wanita yang kukenal melakukan hubungan sejenis di depan mataku. Diana terlihat lebih mendominasi "pergumulan" itu sedangkan Nina lebih tampak sebagai objek pemuas. Tangan Diana tampak begitu rakus dan liar menjelajahi setiap lekuk tubuh Nina. Dua pasang tangan yang halus dan lentik terlihat tergesa-gesa saling mencopot pakaian bagian atas pasangan masing-masing. Sepasang bibir yang sama-sama mengenakan lipstik tampak sangat tidak wajar saling menempel lekat seperti itu. Bahkan bayanganku tentang hubungan lesbian selama ini tidak se-"seram" kenyataan yang terlihat gamblang di depan mataku.

Aku menarik nafas panjang dan sejenak berusaha menerima fakta di depanku bahwa gosip si Hendra benar dan cerita Bramanto si satpam juga benar adanya. Tapi mengapa harus Diana? mengapa harus teman yang telah kukenal sejak pertama kali aku kerja di sini dan mulai cukup dekat dua tahun terakhir ini. Aku tidak menyebut akrab karena hubunganku dengannya memang hanya sebatas hubungan kantor dan di acara-acara luar kantor yang melibatkan orang-orang dari kantor (such as ultah-nya semalam). Oh iya Diana adalah wanita yang telah berumah tangga, usianya 30 tahun, wajahnya menarik dan memiliki pesona kematangan seorang wanita yang pastinya sangat seksi khususnya di mata pria-pria berpendidikan yang suka dengan wanita yang memiliki intelektualitas dan mandiri. Nina sendiri masih terlihat sangat muda, mungkin sekitar 22-23 tahun umurnya, kulitnya kuning langsat dan wajahnya khas Mojang Priangan dengan kecantikan yang lumayan. Kulitnya tampak kencang dengan payudara dan bagian pantat yang cukup montok. Tubuhnya lumayan jangkung dan jujur saja membuatku iri (padahal tinggi badanku yang 162 cm ini menurut teman-teman sudah cukup tinggi). Tapi tetap saja aku iri dengan tinggi badannya, titik.

Saling bergantian kedua wanita itu melepaskan nafsu mereka, meremas dan kemudian menghisap, menjilat (etc.. etc segala jenisnya) payudara pasangannya. Kemudian tubuh Nina yang langsing itu tampak beranjak duduk di atas wastafel. Diana dengan sigap menarik celana dalam pasangannya sampai lepas hingga tersangkut di sebelah kakinya lalu melakukan oral. WOW!! Tubuh Diana dalam posisi berlutut. Kepalanya tepat berada di antara paha milik Nina yang kadang-kadang menutup mengejang menahan geli. Kuperhatikan wajah Nina yang sangat "ekspresif" menterjemahkan tiap kenikmatan yang dirasakannya. Matanya yang sayu terbius kenikmatan kadang agak mendelik dan kadang terpejam dalam waktu lama seiring gelombang kenikmatan yang datang menerpanya bagaikan ombak memecah pantai silih berganti. Kedua telapak tangannya yang halus itupun seperti mengikuti irama yang sama dengan ekspresi wajahnya menjelajahi tiap bagian dadanya sendiri. Terkadang tangannya membelai, kadang seperti menggaruk dan memelintir kedua ujung payudaranya sendiri. Dia menikmati itu semua serasa dia hanya sendiri di ruangan ini. Kedua pasangan itu tampak seperti menikmati permainan mereka dengan cara sendiri-sendiri. Kurasakan detak jantungku kian berdentang kencang dan nafasku kian berat. Lambat tapi pasti fantasi memenuhi kepalaku.

Aku membayangkan kenikmatan saat aku melakukan masturbasi tadi siang. Posisiku yang sedang mengintip menimbulkan semacam sense of privacy yang membuatku makin tenggelam dalam permainan panas yang disuguhkan dua insan sejenis di depan mataku. Aku merasakan ada suatu pesona unik dalam tiap geliat tubuhnya itu. Pesona yang kuyakin dilihat juga oleh partner-partner seks-ku dalam diriku. Sekarang Diana sudah duduk di tepi wastafel di samping Nina mereka berciuman sejenak lalu keduanya merogoh tas masing-masing dan mengeluarkan masing-masing mengeluarkan benda panjang dan lonjong yang sudah sangat aku kenal, dildo! My God.. mereka pasti sudah merencanakan ini, aku terkejut melihat "peralatan" mereka yang cukup lengkap itu (jelas menunjukan niat mereka). Kedua dildo itu berwarna biru muda dan memiliki ukuran panjang sekitar 20 cm (sepertinya dibeli bersamaan di satu tempat melihat model dan warnanya seragam). Aku cukup akrab dengan "mainan" itu karena aku memiliki koleksi-nya di rumah. Aku memiliki dua buah alat stimulasi sejenis. Sebuah Dual-dildo (dildo yang memiliki dua "kepala" sehingga bisa digunakan bersamaan dengan arah yang berlawanan), dan satu vibrator jenis standar yaitu dildo yang mampu bergetar dengan tenaga batere dengan tiga tingkatan kecepatan yang dapat diganti-ganti.

Diana dan Nina duduk bersandar pada cermin di atas wastafel. Kini giliran Nina yang gencar mencumbui leher Diana yang tampak mengkilat bersimbah peluh. Keduanya menggenggam dildo masing-masing dengan pegangan yang begitu mesra serasa seperti memegang sasuatu yang lain. Sesuatu yang dengan jelas dan eksplisit direpresentasikan oleh bentuk dildo itu. Sekitar 10 menit kemudian ruangan toilet itu dipenuhi suara nafas dan lenguh kenikmatan tatkala sepasang wanita cantik itu mulai menggunakan "mainan" mereka sesuai dengan kegunaannya. Kakiku mulai terasa letih disaat Diana dan Nina mulai melenguh panjang dengan nafas yang menderu saling bersahutan. Makin liar mereka memainkan dildo di tangan mereka yang tersembunyi di dalam rok kerja mereka. Jelas terlihat guratan kenikmatan memenuhi ekspresi Diana. Sedangkan wajah Nina terlihat mulai blushing, merah padam. Sedetik kemudian tubuh mereka berdua mengejang menahan derasnya orgasme yang jelas terlihat menyelimuti getaran tubuh mereka berdua. Mereka bagai hendak menghujamkan dildo itu sampai tertelan semuanya dalam kewanitaan mereka dan tangan mereka yang bebas saling menggenggam erat. Begitu eratnya sehingga baru terlepas perlahan sesaat setelah desahan nafas kenikmatan terakhir mereka berlalu.

Aku merasa sudah cukup melihat semuanya. Lebih dari cukup buatku menyaksikan suatu pemandangan yang membuatku cukup "shock" sekaligus membawa sensasi kenikmatan dan keindahan tertentu dalam diriku. Yang jelas aku seperti melihat sesuatu yang baru dalam diri kaumku sendiri. Lesbian itu nyata adanya! Aku terduduk lemas di atas tutup closet. Terasa peluh di bagian leherku mengalir hingga ke dadaku. Aku terus diam sampai mereka berdua meninggalkan ruangan dengan hanya memperdengarkan suara pintu yang ditutup perlahan. Lega rasanya bebas setelah terjebak dalam toilet akibat ulah sepasang wanita yang dimabuk "cinta" tadi. Bagiku kata mabuk saja lebih cocok dibanding kata cinta. My God! dalam keadaan mabuk berat sekalipun aku masih cukup waras untuk tidak bercumbu dengan pasangan sejenis. Segera aku keluar dan ketika melewati deretan wastafel aku menyempatkan diri merapikan diri di depan cermin. Tentunya aku tidak bercermin di deretan wastafel tempat Diana dan Nina tadi karena ada semacam perasaan "emoh" tapi ingin menyentuh ataupun mendekati bekas tempat mereka "bermain" tadi. Bahkan aku masih merasakan sisa aura mereka di bagian itu.

Kejadian itu terus kuingat dan aku sengaja tidak keluar untuk bermain threesome dengan mereka karena aku akan menggunakannya supaya aku dapat merasakan manisnya kemaluan mereka berdua (yang aku akhirnya rasakan) tapi nanti akan aku ceritakan pada para pembaca Rumahseks sekalian.

TAMAT

Asri Anak Ibu Kost

Aku tinggal di Jakarta waktu aku diterima untuk masuk ke Universitas Indonesia. Karena aku berasal dari daerah, maka aku tinggal di rumah kost di Kelapa Gading. Yang tinggal di sana perempuan semua, dan mereka memanggilku Mara, kependekan dari Tamara.

Kejadian ini pada siang hari, waktu aku mendapat liburan pendek karena ada perbaikan komputer network di tempat kerjaku. Aku bangun agak siang dan sehabis mandi, aku bedaki badanku dengan bedak bayi Johnson dan aku cuma membelitkan handukku di pinggang.

Tiba tiba pintu terbuka, dan Asri, anak ibu kostku masuk dengan membawa pakaian bersihku yang telah rapi terlipat. Asri kaget melihatku setengah telanjang.
Dengan terbata-bata dia berkata, "Oh.., oh.., maaf Mbak, Asri kira Mbak pergi kerja..", dan dia terlihat tersipu-sipu.
Aku menenangkan dia, "Nggak apa-apa kok, tolong dong bedakin punggung Mbak.., taruh aja pakaiannya di atas laci".
Dengan agak ragu-ragu, dia datang mendekat dan masih memandangi buah dadaku yang menggantung dengan bebasnya. Aku berikan botol bedak ke tangannya. Dia mulai mengusap punggungku dengan perlahan dan hati-hati, seolah-olah takut akan menggores punggungku. Matanya masih terpaku di buah dadaku, yang aku boleh berbangga, dengan putingnya yang kelihatan mendongak ke atas dan berwarna coklat muda. Waktu tangannya membedaki pinggangku, aku menggeliat kegelian, dan handuk yang dari tadi bertengger di pinggangku jatuh ke lantai, aku dapat melihat mukanya merah menahan malu, tapi matanya masih melihat ke liang kewanitaanku yang berambut tidak begitu lebat. Dan tanpa disadari, dia masih mengusap-usap pinggangku dan malah turun ke pantatku yang padat, tidak terlalu besar, tapi mempunyai bentuk yang nikmat dipandang, pacarku juga bilang juga nikmat diremas. Aku tidak yakin dia melakukannya dengan sengaja, atau karena terbawa emosi.
Lalu kutanya dia, "Asri mau dibedakin juga?".
Dia tidak menjawab, hanya mengangguk pelan. Lalu aku suruh dia untuk melepas kaosnya, dan juga BH-nya. Buah dadanya tidak sebesar punyaku, tapi mempunyai bentuk yang bagus, seperti buah pear dibelah dua, dengan putingnya yang berwarna kemerah-merahan menonjol keluar, warnanya serasi sekali dengan warna kulitnya yang kecoklatan.

Aku bedaki dadanya, dan kurasakan buah dadanya yang empuk dan lembut. Tanganku tidak berhenti sampai di situ, aku usap perut, dan dengan nakalnya jariku bermain-main di pusarnya, Asripun menggeliat kegelian. Dan aku menaikkan tanganku kembali ke buah dadanya, yang kuusap dan setengah kuremas juga, dia hanya menggeliat.
"mmbak.., aah..". Putingnya tidak ketinggalan kupilin, dan kucubitin kecil, tidak terlalu keras. Kusuruh dia untuk berbalik supaya aku bisa mengusap punggungnya, hanya kuusap sebentar saja. Dari belakang tanganku pergi ke dadanya lagi, sedangkan dadaku menempel di punggungnya, sesekali dia bergoyang dan aku merasa punggungnya bergesekan dengan putingku yang mulai mengeras. Dan dari kaca aku bisa melihat bahwa dia senyum-senyum keenakan, tanganku bukan hanya mengusap lagi, tapi sudah mulai meremas buah dadanya yang bergantung indah, lebih keras dari sebelumnya, dan putingnya kucubit perlahan lalu kupilin-pilin.
Asri hanya menggeliat sambil mengeluarkan suara, "Ah.., ehm.., nikmat Mbak.., ahaa.., jangan keras-keras dong Mbak..!", dan aku hanya tersenyum melihat kelakuannya. Kucium tengkuknya, dan kugigit kecil dari samping, dan dia masih, "Ah.., ua..", dengan tertahan.
Lalu aku bertanya, "Celananya dibuka ya..?", sebelum dia berkata apa-apa, tanganku telah membuka kancing dan retsleting celananya, dan kuturunkan sekalian celana dalamnya, aku bisa melihat bercak basahnya telah menembus ke celana dalamnya.

"Tiduran aja di ranjang Mbak.., saja.., ya..", kataku dan Asri hanya menurut saja, kakinya kugeser sehingga bergantung di sisi ranjang. Aku mulai menciumi paha dalamnya, tercium bau sabun LUX yang dipakainya, bertanda dia belum lama mandinya. Kugigit kecil antara paha dalam kanan dan kiri. Mulutku mulai bergerak menuju liang kewanitaannya, dengan rambut yang jarang, bau aroma birahinya sangat terasa sekali. Aku mulai menjilati pinggiran hutannya, dan kemudian perlahan kutaruh lidahku di tengah-tengah vaginanya. Kakinya kuangkat ke pundakku supaya aku dapat lebih leluasa menjilatinya. Rasanya agak anyir tapi setelah lidahku masuk lebih dalam rasanya berubah menjadi asin dan gurih. Asripun bertambah menggeliatnya. Tanganku dengan merangkul pahanya mencari bibir vaginanya lalu kubuka dengan menariknya ke samping, supaya lidahku bisa merasakan lendirnya yang lebih dalam. Asri juga tidak mau kalah kepalaku mulai didorong dan ditariknya karena gemas dan kegelian.

Pada saat itu aku masih belum menemukan clitorisnya, lidahku masih menjilati dan mencari-cari, bagian atas dari vaginanya, aku masukkan lidahku dalam vaginanya, dan menari-nari di dalamnya, dan membuat dia keenakan dan kegelian, pinggulnyapun mulai bergoyang. Sekitar 5 menit lidahku bermain-main di situ. Sampai pada suatu saat aku merasa ada benjolan kecil, aku mencoba untuk menguak hutannya, dan akhirnya aku temukan clitorisnya, kulihat dia mulai meremas-remas buah dadanya, dan tanpa membuang waktu kuhisap clitorisnya perlahan, dan saking gemasnya dia mengepit kepalaku di antara kedua pahanya, dan menggeliat pada waktu yang bersamaan. Dengan jariku clitorisnya kuusap, dan gesek, lidahkupun masuk ke dalam vaginaya yang masih basah, aku juga merasakan makin banyak cairan yang keluar setelah aku gesek clitorisnya. Lidahku masih menari-nari di dalam vaginanya sambil sekali-kali aku hisap lendir dari dalam vaginanya. Penutup clitorisnya kubuka, dan kujilati juga waktu masih basah kutiup clitorisnya dari dekat, dan dia rupanya kedinginan.
"Mbak Mara jangan ditiup dingin..", Karena clitorisnya sudah ketemu maka kuhisap lagi sambil tanganku membantu untuk meremas dadanya, satu tangan meremas dadanya, dan tangan satunya aku mainkan vaginaku. Aku sendiri sudah basah dan waktu aku lihat di lantai, ternyata ada beberapa tetes lendirku sudah menetes di lantai.

Kali ini aku hisap clitorisnya dan lendir Asri keluar lebih banyak, dan akupun masih dengan semangat menjilatinya. Aku masukkan jari kecilku di lubangnya yang masih perawan. Lendir Asri masih keluar juga, dan jari kecilkupun berganti dengan jari telunjuk, kudengar, "Ah.., Mbak.., Mbak Mara, pegel Mbak, ah..", aku tahu dia sudah hampir keluar, hisapanku tidak berhenti sampai disitu, aku hisap sambil kugeleng-gelengkan kepalaku yang mana membuat Asri kegelian, badannyapun mulai mengejang, dan aku masih mengisap, dan kadang-kadang menjilati bagian dalam vaginanya. Aku merasa himpitan pahanya tiba-tiba mengejang, dan vaginanya memuntahkan lendir yang berwarna putih bening, kuhisap dan jilati, tapi aku tidak menelannya. Masih dalam mulutku, aku naik di atas Asri, dan aku ciumi bibirnya sambil kukeluarkan lendirnya sedikit demi sedikit, biar dia juga ikut merasakannya. Kita mulai berciuman dan lidahnya bermain pedang di dalam mulutnya, kemudian bergatian di mulutku, kadang-kadang dihisapnya lidahku olehnya yang membuatku terangsang sekali. Kita berpelukan sambil tiduran selama 20 menit, sambil mengatur napas, dan beristirahat.
Sejak itu jika dia sedang libur atau suntuk Asri sering main ke kamarku, aku tidak keberatan, karena terkadang aku juga merasa kesepian kalau dia tidak mampir.

Tamat

Sentuhan Antar Perempuan 2

Dengan bibir yang terus melumat buah dadaku serta menggigit puting susuku, jari-jari Indri mempermainkan kelentitku. Uhh, rasanya aku tenggelam dalam samudra kenikmatan yang tak terhingga.. Geliat-geliat tubuhku menggila disertai dengan rintihan yang disebabkan tak mampunya aku menerima kenikmatan yang datang melanda bak topan di lautan. Kujambak rambut Indri hingga menjadi awut-awutan. Dan Indri sendiri semakin kesetanan. Jari-jarinya berusaha menembus lubang vaginaku. Aku merasakan kegatalan sekaligus kenikmatan yang dahsyat. Bibir lubang vaginaku mengencang.., ingin ditembus tetapi malah merapatkan pintunya. Sungguh suatu ironi yang sangat.

Pada gilirannya dilepasnya kuluman di dadaku. Tangannya membuka lepas celana dalamku. Indri langsung menyorongkan mukanya ke pahaku. Ke selangkanganku. Wajahnya mengendus seluruh permukaan kemaluanku. Hidungnya menyergap aroma yang keluar dai kemaluanku. Dan lidahnya dengan segera menemukan lubang vaginaku. Langsung menjilatinya.
Aku sendiri menjadi mabuk penuh kenikmatan. Aku mengerang dan terus menggeliat. Kali ini aku menginginkan bibir Indri, lidah Indri, mulut Indri seluruhnya menelan kemaluanku. Aku angkat-angkat pantatku agar Indri dapat dengan cepat melahap semuanya. Aku ingin Indri cepat-cepat menghilangkan kegatalan yang menerpaku.

Aku dapat merasakan daerah vaginaku telah membasah. Cairan birahiku mengalir dengan deras sekali. Kudengar bibir Indri yang menjadi sibuk menyedot cairan itu. Kedengaran seperti anak-anak minum es krim dari tempatnya, menjilat-jilat, menyedot dan melahap hingga cangkir-cangkirnya ikut termakan. Aku merasakan Indri sedang 'memakan' kemaluanku.

'Indrii.., aku tidak tahann.., oohh.., gatal sekallii.. Indrii..'.
Kudengar nafas Indri makin memburu. Hh.., hh, hh, hh, hh, hh.. Tangannya meliar. Dia melepas sendiri pakaiannya, dia renggut kancing celana dan menarik resluitingnya dan dengan serta-merta dilemparkannya ke lantai celana jeansnya. Kemudian dia rengkuh kaki kananku, ditarik dan ditungganginya. Dijepitnya kakiku di selangkangannya, diarahkannya jari kakiku. Diarahkannya jari-jari kakiku ke lubang vaginanya, dia desak-desakkan ke lubang vaginanya. Dia merintih, mengaduh, oohh.., hh.., hh..

Saat akhirnya lubang itu melahap ujung-ujung jari kakiku Indri, mulai melakukan gerak memompa. Dijadikannya jari-jari kakiku sebagai pengganti penis lelaki. Pantatnya naik turun menarik dan mendorong kemaluannya melahap jari-jari kakiku. Baru kali ini aku melihat perempuan sedemikian kehausan. Indri tidak lagi mempedulikan penampilannya. Dia tidak lagi merasa perlu menjaga penilaian orang lain terhadap dirinya.

Indri sedang dipacu oleh nafsu birahinya yang bergolak-golak seperti kawah gunung berapi yang hendak memuntahkan laharnya. Pantatnya yang semakin indah di mataku itu terus naik turun bak alun samudra.., terkadang dipercepat terkadang melambat mengikuti alir birahinya yang datangnya juga bergelombang-gelombang..

Hingga.. akhirnya dengan teriakan bak lolong serigala betina, 'Mbak Marinii.. ma'afin akkuu.., oohh.., oohh.., oohh.. Maarriinii..'.
Indri meraih puncak kepuasan birahinya. Orgasmenya. Sesudah itu ia langsung rebah ke lantai. Kulihat keringatnya membasahi seluruh tubuhnya, blusnya, rambutnya, pada tubuhku, bahkan pada karpetku. Aku sedemikian terpana oleh birahi yang baru saja menyerangnya.

Aku menyaksikan kepuasan tak terhingga pada Indri. Kubiarkan dia. Nafasnya tersengal-sengal. Pelan-pelan aku bangkit menuju dapur, pasti akan nikmat jika dalam panas Jakarta serta panasnya permainan birahi Indri yang melelahkan ini disegarkan dengan segelas besar orange juice dingin dari lemari esku.

Di depannya aku meminum beberapa teguk dari gelas itu. Kemudian kuserahkan padanya. Indri dengan penuh kehausan langsung menerima dan meminumnya hingga tandas habis. Kembali senyumannya merebak yang selalu diiringi dengan dekik lesung di pipinya.

'Terima kasih, Mbak Mar, ohh.. thanks bangett.. untuk segala-galanya.. untuk.., nih.., nih.., nih.., nih.., nih.., nih..', sekali lagi senyumnya mengembang dengan disertai gaya humor segarnya dengan tangannya menjamah bibir, leher, dada, paha, jari-jari kaki, jari-jari tangan dan vaginaku dengan kata-kata "nih.., nih.., nih.." itu.

Dan reaksiku sungguh tak kuduga sendiri, rasa ketersanjunganku, rasa kenikmatan yang kuterima darinya serta berbagai macam rasa yang tak mampu kuungkapkan mendorongku untuk kembali memeluk Indri. Kupeluk Indri dan aku menciuminya. Indri menyambut pelukan dan ciumanku. Kembali kami saling melumat.
'Mbak Marini belum orgasme yaa?? Mau yaa..?', dia berbisik ke telingaku.
'He-eehh', aku terlarut dan menjawab dalam gumam.

Indri melepas pelukanku, tangannya meraih kedua bahuku dan memandangku.
'Mbak aku punya dildo. Persis deh mbak. Macam-macam bentuknya. Ada yang mirip punya orang bule, ada china, ada negro, ada coklat, putih. Nanti tinggal pilih saja. Mauu..?? OK, Mbak tunggu ya, biar aku ambil, nanti kita pilih-pilih..', aku tidak menjawab, malu.

Aku malu untuk berterus terang bahwa aku sangat ingin melihat mainan 'perempuan kesepian' itu. Aku sendiri malu untuk mencoba-coba beli. Pertama takut ketahuan suami dam kedua yaa.., malulah datang ke tempat itu untuk membeli itu. Selama ini aku pecahkan saja dengan caraku yang aman dan mudah, ketimun.

Sekitar 10 menit kemudian Indri kembali dengan tas di tangan.
'Nih Mbak, lihat saja. Pilih saja..', aku keheranan saat dia membuka tas itu.
Dia tumpahkan beberapa benda-benda berbentuk penis. Ada yang biru, ada yang kuning, ada yang persis penis negro, hitam lengkap dengan urat-uratnya seperti yang aku pernah tonton di VCD.
'Suamiku senang membawakan ini semua untukku. Oleh-oleh, dia bilang. Mungkin dia sangat tahu aku pasti kesepian sering ditinggalnya'.
Melihat kontol-kontol palsu berserakan di karpet rumahku, aku geli juga. Tetapi saat aku membayangkan bagaimana benda-benda itu bisa memberikan kenikmatan syahwatku, mukaku jadi memerah. Rasanya birahiku naik lagi. Libidoku tergoda.
'Indri mau nggak bantu aku masak dulu. Nanti makan siang saja di sini yaa??', aku mengajak Indri ke dapur.
'Aku nggak tahan melihat dildo Indri tadi. Aku ingin ngerasain yang item gede tadi lhoo', Indri cekikikan mendengar aku berbisik padanya.
'Saya senang Mbak Mar udah mau ngomong gitu.., hi.., hi.., hi..'.
'Khan Indri yang ngajarin..', dengan wajah penuh gairah, kami saling merangkul pinggang menuju dapur.

Kami masak tumis kangkung. Ada sepotong daging ham di chiller lemari es-ku, Indri memasak sambal goreng pedas ala Menado.
'Biar Mbak Marini galak', komentarnya.
Kami makan sepiring berdua. Saling menyuapi. Dia mengunyah daging Menadonya kemudian mencaplok bibirku. Daging kunyahannya berpindah ke mulutku. Demikian pula aku sebaliknya. Kami juga minum dari satu gelas.

Waktu makan itu kami jadikan waktu untuk terus pemanasan untuk memenuhi kehausan seksual wanita-wanita yang sering ditinggal suaminya. Mas Adit suamiku, walaupun tidak merantau tetapi waktuku bersamanya sangat sedikit. Saat pulang larut dari kantornya, aku sudah demikian ngantuknya. Saat bangun pagi, dia langsung terburu-buru mandi untuk kembali ke kantornya. Saat hari-hari Minggu atau hari libur lainnya dia tinggalkan aku bermain golf dengan relasi-relasinya.

Suamiku akhirnya menjadi pria yang sangat egois. Menjadi suami yang hanya berpikir bahwa kebutuhan istrinya hanyalah harta, uang, harta, uang dan seterusnya. Bahkan saat kami sedang melangsungkan senggama tidak jarang terputus oleh HP-nya yang berdering, kemudian dia bangun bergegas memenuhi undangan lah, panggilan proyek lah, rapat mendadak lah atau sejuta alasan lainnya. Dan, bahkan pada saat benar-benar ada kesempatan yang longgar sekalipun ternyata memang dia kurang mampu memberikan kepuasan seksual pada istrinya. Hanya dalam waktu singkat, sebelum birahiku benar-benar hadir dan naik, dia telah muncrat-muncrat. Kontolnya langsung lemas. Saat birahiku datang merambati nafsu libidoku, Mas Adit sudah tidur ngorok di sampingku.

Sesaat setelah habis makan siang itu, bibirku dan bibir Indri langsung saling melumat. Tangan Indri langsung merogoh blusku. Dipeluknya tubuhku. Didorongnya aku bersandar ke dinding. Kali ini lumatan bibir Indri sungguh sangat nikmat. Lidahnya yang merasuki rongga mulutku meruyak, menjilati lidahku dan disusul dengan bibirnya yang menyedot ludahku.

Tanganku juga terbawa aktif. Kupeluk tubuhnya, aroma parfum Indri yang pasti mahal harganya, merangsang hidungku dan mengkatrol nafsu birahiku. Pelan-pelan aku menuntun pelukannya ke peraduan, ke ranjangku. Kemudian kami bergulingan di ranjang empuk itu. Baru kali ini aku gunakan ranjang pengantinku ini untuk berasyik masyuk bukan dengan suamiku atau dengan lelaki, tetapi dengan Indri yang sama-sama sebagai perempuan bersuami.

Aku dan Indri saling melepas pakaian. Aku buka celana jeansnya, dia buka rokku, aku tarik T-shirtnya, dia buka blusku, aku tarik celana dalamnya dia tarik pula celana dalamku. Begitu kami telah sama-sama berbugil ria, Indri langsung merangsek selangkanganku. Bibirnya mencari-cari vaginaku. Dan aku sendiri juga ingin mencoba kemaluan Indri.

Aku yang cukup berpengalaman selingkuh, mencuri kesempatan bercumbu dengan lelaki lain yang bukan suamiku, tidak begitu sulit beradaptasi. Kuraih paha Indri yang 'getas' itu. Aku dekatkan wajahku ke arah selangkangannya pula, kami ber-69. Indri asyik mengenyot vaginaku dan sebaliknya aku menjilati klitorisnya dan kemudian juga mengenyot kemaluannya. Aroma selangkangan Indri yang penuh wewangian sangat berbeda dengan aroma lelaki yang menebarkan aroma alami. Daya rangsang aroma Indri secara lembut dan halus meruntuhkan kesadaranku. Pelan tetapi pasti aku menenggelamkan diri dalam gairah birahi yang hebat. Aku mulai menggosok-gosokkan kemaluanku dan menekankan pada bibir Indri, demikian pula Indri padaku.

Kami saling melumat memek lawan cumbunya. Saat desakan hawa nafsu kami tak lagi terbendung, Indri berbisik, 'Mbak Mar, kamu nungging yaa', yang langsung kupenuhi. Aku ingin tahu kenikmatan macam apa yang akan diberikan oleh Indri padaku. Kurasakan wajahnya dibenamkan ke pantatku. Lidahnya menjilat tepi-tepi analku. Kemudian menusuk lubang anal itu. woowww.. Aku jadi ingat akan seorang partner selingkuhku, yang juga melakukan cara seperti ini.

Aku mengerang penuh nikmat. Kuarahkan tanganku untuk menjangkau kepala Indri. Saat kudapat, kutekan kepala itu agar lebih dalam tenggelam ke pantatku. Aku ingin lidah Indri menusuk lebih dalam ke duburku. Tetapi hanya sesaat.
Indri kemudian bangkit meninggalkan analku. Tangannya ganti meraih pinggulku. Kemudian kurasakan ada sesuatu yang mendorong-dorong bibir vaginaku. Saat kulihat, kusaksikan dildo besar hitam mencuat dari sabuk kulit yang di pakai di pinggang Indri. Kontol palsu itu siap menembus memekku. Rupanya dildo tiruan kontol negro itu sudah dioperasikan oleh Indri. Hatiku tersenyum geli. Selanjutnya aku pasrah..

Aku yakin Indri tahu apa yang akan diperbuatnya. Dia meludah pada dildo tersebut dan kembali menusukkan pada vaginaku. Aku membuka celah kemaluanku. Sedemikian inginnya aku merasakan kontol sebesar itu memenuhi liang surgaku. Sedikit demi sedikit Indri melesakkan dildo itu ke dalam vaginaku. Dan sedikit demi sedikit pula vaginaku menelannya. Rasa kegatalan dan nikmat yang hebat langsung melanda kemaluanku. Aku berteriak dan merintih..
'Sakit mbakk ..??', Indri menghentikan tusukkannya.
'Enaakk Ndrii, teruss.., enaakk.. Terusinn.. masukkin semuanyaa..'.

Akhirnya seluruh panjang dildo yang tidak kurang dari 20 cm itu tertelan seluruhnya ke dalam kemaluanku. Ooohh.., rasanya tidak ada celah yang tersisa.. Dinding kemaluanku mencengkeram seluruh batang dildo itu dengan eratnya.., syaraf-syaraf peka dalam dinding itu berinteraksi.., batang dildo itu dicengkramnya.

Indri menarik sedikit dan kembali memasukkannyak .. dia melakukannya berulang-ulang. Dia memompa seperti lelaki memompakan kontolnya pada wanita. Aku dibuatnya kelimpungan. Nikmat yang tak terhingga menyergapku. Aku mendesah, merintih, meracau..

Indri yang rupanya tidak tahan mendengar racauanku, merunduk untuk menciumi bokongku dan kemudian membenamkan kembali hidungnya ke analku. Dia jilat analku, dia juga menyedoti lubangnya. Dan aku semakin menggila.. Semakin.., semakin, .. semakin..

Akhirnya kuraih orgasmeku.., aku tidak tahu lagi.., rasanya aku berguling saat orgasme itu datang.., kenikmatan dahsyat yang menimpaku membuatku lupa diri.., aku berteriak histeris, meracau histeris.. Caci maki dan umpatan kata-kata kotor penuh birahi keluar dari mulutku.. Belakangan Indri mentertawakanku, dia bilang aku yang cantik, ayu dan lembut ini bisa juga mengeluarkan kata-kata hina, seronok kasar dan kotor seperti itu.. Dia membayangkan betapa kenikmatan telah melandaku hingga kata-kata yang sedemikian kotor itu begitu saja meluncur dari mulut cantikku.., begitu katanya.

Itulah awal diriku mengenal dunia lesbian. Sejak itu aku dan Indri sering bercumbu. Saat suamiku berangkat kerja, tak jarang permainan dilangsungkan di rumahku. Atau di rumahnya, yang rata-rata hari-harinya dilewatkan sendirian.
Lama kelamaan aku semakin banyak melihat perempuan yang cantik. Sesekali kami, aku dan Indri sepakat untuk mencari partner yang ke-3. Kami ingin bercumbu bertiga. Dengan siapaa yaa..?? Kapaann yaa..??

TAMAT

Yuli Gadis Manis ku

Dengan bibir yang terus melumat buah dadaku serta menggigit puting susuku, jari-jari Indri mempermainkan kelentitku. Uhh, rasanya aku tenggelam dalam samudra kenikmatan yang tak terhingga.. Geliat-geliat tubuhku menggila disertai dengan rintihan yang disebabkan tak mampunya aku menerima kenikmatan yang datang melanda bak topan di lautan. Kujambak rambut Indri hingga menjadi awut-awutan. Dan Indri sendiri semakin kesetanan. Jari-jarinya berusaha menembus lubang vaginaku. Aku merasakan kegatalan sekaligus kenikmatan yang dahsyat. Bibir lubang vaginaku mengencang.., ingin ditembus tetapi malah merapatkan pintunya. Sungguh suatu ironi yang sangat.

Pada gilirannya dilepasnya kuluman di dadaku. Tangannya membuka lepas celana dalamku. Indri langsung menyorongkan mukanya ke pahaku. Ke selangkanganku. Wajahnya mengendus seluruh permukaan kemaluanku. Hidungnya menyergap aroma yang keluar dai kemaluanku. Dan lidahnya dengan segera menemukan lubang vaginaku. Langsung menjilatinya.
Aku sendiri menjadi mabuk penuh kenikmatan. Aku mengerang dan terus menggeliat. Kali ini aku menginginkan bibir Indri, lidah Indri, mulut Indri seluruhnya menelan kemaluanku. Aku angkat-angkat pantatku agar Indri dapat dengan cepat melahap semuanya. Aku ingin Indri cepat-cepat menghilangkan kegatalan yang menerpaku.

Aku dapat merasakan daerah vaginaku telah membasah. Cairan birahiku mengalir dengan deras sekali. Kudengar bibir Indri yang menjadi sibuk menyedot cairan itu. Kedengaran seperti anak-anak minum es krim dari tempatnya, menjilat-jilat, menyedot dan melahap hingga cangkir-cangkirnya ikut termakan. Aku merasakan Indri sedang 'memakan' kemaluanku.

'Indrii.., aku tidak tahann.., oohh.., gatal sekallii.. Indrii..'.
Kudengar nafas Indri makin memburu. Hh.., hh, hh, hh, hh, hh.. Tangannya meliar. Dia melepas sendiri pakaiannya, dia renggut kancing celana dan menarik resluitingnya dan dengan serta-merta dilemparkannya ke lantai celana jeansnya. Kemudian dia rengkuh kaki kananku, ditarik dan ditungganginya. Dijepitnya kakiku di selangkangannya, diarahkannya jari kakiku. Diarahkannya jari-jari kakiku ke lubang vaginanya, dia desak-desakkan ke lubang vaginanya. Dia merintih, mengaduh, oohh.., hh.., hh..

Saat akhirnya lubang itu melahap ujung-ujung jari kakiku Indri, mulai melakukan gerak memompa. Dijadikannya jari-jari kakiku sebagai pengganti penis lelaki. Pantatnya naik turun menarik dan mendorong kemaluannya melahap jari-jari kakiku. Baru kali ini aku melihat perempuan sedemikian kehausan. Indri tidak lagi mempedulikan penampilannya. Dia tidak lagi merasa perlu menjaga penilaian orang lain terhadap dirinya.

Indri sedang dipacu oleh nafsu birahinya yang bergolak-golak seperti kawah gunung berapi yang hendak memuntahkan laharnya. Pantatnya yang semakin indah di mataku itu terus naik turun bak alun samudra.., terkadang dipercepat terkadang melambat mengikuti alir birahinya yang datangnya juga bergelombang-gelombang..

Hingga.. akhirnya dengan teriakan bak lolong serigala betina, 'Mbak Marinii.. ma'afin akkuu.., oohh.., oohh.., oohh.. Maarriinii..'.
Indri meraih puncak kepuasan birahinya. Orgasmenya. Sesudah itu ia langsung rebah ke lantai. Kulihat keringatnya membasahi seluruh tubuhnya, blusnya, rambutnya, pada tubuhku, bahkan pada karpetku. Aku sedemikian terpana oleh birahi yang baru saja menyerangnya.

Aku menyaksikan kepuasan tak terhingga pada Indri. Kubiarkan dia. Nafasnya tersengal-sengal. Pelan-pelan aku bangkit menuju dapur, pasti akan nikmat jika dalam panas Jakarta serta panasnya permainan birahi Indri yang melelahkan ini disegarkan dengan segelas besar orange juice dingin dari lemari esku.

Di depannya aku meminum beberapa teguk dari gelas itu. Kemudian kuserahkan padanya. Indri dengan penuh kehausan langsung menerima dan meminumnya hingga tandas habis. Kembali senyumannya merebak yang selalu diiringi dengan dekik lesung di pipinya.

'Terima kasih, Mbak Mar, ohh.. thanks bangett.. untuk segala-galanya.. untuk.., nih.., nih.., nih.., nih.., nih.., nih..', sekali lagi senyumnya mengembang dengan disertai gaya humor segarnya dengan tangannya menjamah bibir, leher, dada, paha, jari-jari kaki, jari-jari tangan dan vaginaku dengan kata-kata "nih.., nih.., nih.." itu.

Dan reaksiku sungguh tak kuduga sendiri, rasa ketersanjunganku, rasa kenikmatan yang kuterima darinya serta berbagai macam rasa yang tak mampu kuungkapkan mendorongku untuk kembali memeluk Indri. Kupeluk Indri dan aku menciuminya. Indri menyambut pelukan dan ciumanku. Kembali kami saling melumat.
'Mbak Marini belum orgasme yaa?? Mau yaa..?', dia berbisik ke telingaku.
'He-eehh', aku terlarut dan menjawab dalam gumam.

Indri melepas pelukanku, tangannya meraih kedua bahuku dan memandangku.
'Mbak aku punya dildo. Persis deh mbak. Macam-macam bentuknya. Ada yang mirip punya orang bule, ada china, ada negro, ada coklat, putih. Nanti tinggal pilih saja. Mauu..?? OK, Mbak tunggu ya, biar aku ambil, nanti kita pilih-pilih..', aku tidak menjawab, malu.

Aku malu untuk berterus terang bahwa aku sangat ingin melihat mainan 'perempuan kesepian' itu. Aku sendiri malu untuk mencoba-coba beli. Pertama takut ketahuan suami dam kedua yaa.., malulah datang ke tempat itu untuk membeli itu. Selama ini aku pecahkan saja dengan caraku yang aman dan mudah, ketimun.

Sekitar 10 menit kemudian Indri kembali dengan tas di tangan.
'Nih Mbak, lihat saja. Pilih saja..', aku keheranan saat dia membuka tas itu.
Dia tumpahkan beberapa benda-benda berbentuk penis. Ada yang biru, ada yang kuning, ada yang persis penis negro, hitam lengkap dengan urat-uratnya seperti yang aku pernah tonton di VCD.
'Suamiku senang membawakan ini semua untukku. Oleh-oleh, dia bilang. Mungkin dia sangat tahu aku pasti kesepian sering ditinggalnya'.
Melihat kontol-kontol palsu berserakan di karpet rumahku, aku geli juga. Tetapi saat aku membayangkan bagaimana benda-benda itu bisa memberikan kenikmatan syahwatku, mukaku jadi memerah. Rasanya birahiku naik lagi. Libidoku tergoda.
'Indri mau nggak bantu aku masak dulu. Nanti makan siang saja di sini yaa??', aku mengajak Indri ke dapur.
'Aku nggak tahan melihat dildo Indri tadi. Aku ingin ngerasain yang item gede tadi lhoo', Indri cekikikan mendengar aku berbisik padanya.
'Saya senang Mbak Mar udah mau ngomong gitu.., hi.., hi.., hi..'.
'Khan Indri yang ngajarin..', dengan wajah penuh gairah, kami saling merangkul pinggang menuju dapur.

Kami masak tumis kangkung. Ada sepotong daging ham di chiller lemari es-ku, Indri memasak sambal goreng pedas ala Menado.
'Biar Mbak Marini galak', komentarnya.
Kami makan sepiring berdua. Saling menyuapi. Dia mengunyah daging Menadonya kemudian mencaplok bibirku. Daging kunyahannya berpindah ke mulutku. Demikian pula aku sebaliknya. Kami juga minum dari satu gelas.

Waktu makan itu kami jadikan waktu untuk terus pemanasan untuk memenuhi kehausan seksual wanita-wanita yang sering ditinggal suaminya. Mas Adit suamiku, walaupun tidak merantau tetapi waktuku bersamanya sangat sedikit. Saat pulang larut dari kantornya, aku sudah demikian ngantuknya. Saat bangun pagi, dia langsung terburu-buru mandi untuk kembali ke kantornya. Saat hari-hari Minggu atau hari libur lainnya dia tinggalkan aku bermain golf dengan relasi-relasinya.

Suamiku akhirnya menjadi pria yang sangat egois. Menjadi suami yang hanya berpikir bahwa kebutuhan istrinya hanyalah harta, uang, harta, uang dan seterusnya. Bahkan saat kami sedang melangsungkan senggama tidak jarang terputus oleh HP-nya yang berdering, kemudian dia bangun bergegas memenuhi undangan lah, panggilan proyek lah, rapat mendadak lah atau sejuta alasan lainnya. Dan, bahkan pada saat benar-benar ada kesempatan yang longgar sekalipun ternyata memang dia kurang mampu memberikan kepuasan seksual pada istrinya. Hanya dalam waktu singkat, sebelum birahiku benar-benar hadir dan naik, dia telah muncrat-muncrat. Kontolnya langsung lemas. Saat birahiku datang merambati nafsu libidoku, Mas Adit sudah tidur ngorok di sampingku.

Sesaat setelah habis makan siang itu, bibirku dan bibir Indri langsung saling melumat. Tangan Indri langsung merogoh blusku. Dipeluknya tubuhku. Didorongnya aku bersandar ke dinding. Kali ini lumatan bibir Indri sungguh sangat nikmat. Lidahnya yang merasuki rongga mulutku meruyak, menjilati lidahku dan disusul dengan bibirnya yang menyedot ludahku.

Tanganku juga terbawa aktif. Kupeluk tubuhnya, aroma parfum Indri yang pasti mahal harganya, merangsang hidungku dan mengkatrol nafsu birahiku. Pelan-pelan aku menuntun pelukannya ke peraduan, ke ranjangku. Kemudian kami bergulingan di ranjang empuk itu. Baru kali ini aku gunakan ranjang pengantinku ini untuk berasyik masyuk bukan dengan suamiku atau dengan lelaki, tetapi dengan Indri yang sama-sama sebagai perempuan bersuami.

Aku dan Indri saling melepas pakaian. Aku buka celana jeansnya, dia buka rokku, aku tarik T-shirtnya, dia buka blusku, aku tarik celana dalamnya dia tarik pula celana dalamku. Begitu kami telah sama-sama berbugil ria, Indri langsung merangsek selangkanganku. Bibirnya mencari-cari vaginaku. Dan aku sendiri juga ingin mencoba kemaluan Indri.

Aku yang cukup berpengalaman selingkuh, mencuri kesempatan bercumbu dengan lelaki lain yang bukan suamiku, tidak begitu sulit beradaptasi. Kuraih paha Indri yang 'getas' itu. Aku dekatkan wajahku ke arah selangkangannya pula, kami ber-69. Indri asyik mengenyot vaginaku dan sebaliknya aku menjilati klitorisnya dan kemudian juga mengenyot kemaluannya. Aroma selangkangan Indri yang penuh wewangian sangat berbeda dengan aroma lelaki yang menebarkan aroma alami. Daya rangsang aroma Indri secara lembut dan halus meruntuhkan kesadaranku. Pelan tetapi pasti aku menenggelamkan diri dalam gairah birahi yang hebat. Aku mulai menggosok-gosokkan kemaluanku dan menekankan pada bibir Indri, demikian pula Indri padaku.

Kami saling melumat memek lawan cumbunya. Saat desakan hawa nafsu kami tak lagi terbendung, Indri berbisik, 'Mbak Mar, kamu nungging yaa', yang langsung kupenuhi. Aku ingin tahu kenikmatan macam apa yang akan diberikan oleh Indri padaku. Kurasakan wajahnya dibenamkan ke pantatku. Lidahnya menjilat tepi-tepi analku. Kemudian menusuk lubang anal itu. woowww.. Aku jadi ingat akan seorang partner selingkuhku, yang juga melakukan cara seperti ini.

Aku mengerang penuh nikmat. Kuarahkan tanganku untuk menjangkau kepala Indri. Saat kudapat, kutekan kepala itu agar lebih dalam tenggelam ke pantatku. Aku ingin lidah Indri menusuk lebih dalam ke duburku. Tetapi hanya sesaat.
Indri kemudian bangkit meninggalkan analku. Tangannya ganti meraih pinggulku. Kemudian kurasakan ada sesuatu yang mendorong-dorong bibir vaginaku. Saat kulihat, kusaksikan dildo besar hitam mencuat dari sabuk kulit yang di pakai di pinggang Indri. Kontol palsu itu siap menembus memekku. Rupanya dildo tiruan kontol negro itu sudah dioperasikan oleh Indri. Hatiku tersenyum geli. Selanjutnya aku pasrah..

Aku yakin Indri tahu apa yang akan diperbuatnya. Dia meludah pada dildo tersebut dan kembali menusukkan pada vaginaku. Aku membuka celah kemaluanku. Sedemikian inginnya aku merasakan kontol sebesar itu memenuhi liang surgaku. Sedikit demi sedikit Indri melesakkan dildo itu ke dalam vaginaku. Dan sedikit demi sedikit pula vaginaku menelannya. Rasa kegatalan dan nikmat yang hebat langsung melanda kemaluanku. Aku berteriak dan merintih..
'Sakit mbakk ..??', Indri menghentikan tusukkannya.
'Enaakk Ndrii, teruss.., enaakk.. Terusinn.. masukkin semuanyaa..'.

Akhirnya seluruh panjang dildo yang tidak kurang dari 20 cm itu tertelan seluruhnya ke dalam kemaluanku. Ooohh.., rasanya tidak ada celah yang tersisa.. Dinding kemaluanku mencengkeram seluruh batang dildo itu dengan eratnya.., syaraf-syaraf peka dalam dinding itu berinteraksi.., batang dildo itu dicengkramnya.

Indri menarik sedikit dan kembali memasukkannyak .. dia melakukannya berulang-ulang. Dia memompa seperti lelaki memompakan kontolnya pada wanita. Aku dibuatnya kelimpungan. Nikmat yang tak terhingga menyergapku. Aku mendesah, merintih, meracau..

Indri yang rupanya tidak tahan mendengar racauanku, merunduk untuk menciumi bokongku dan kemudian membenamkan kembali hidungnya ke analku. Dia jilat analku, dia juga menyedoti lubangnya. Dan aku semakin menggila.. Semakin.., semakin, .. semakin..

Akhirnya kuraih orgasmeku.., aku tidak tahu lagi.., rasanya aku berguling saat orgasme itu datang.., kenikmatan dahsyat yang menimpaku membuatku lupa diri.., aku berteriak histeris, meracau histeris.. Caci maki dan umpatan kata-kata kotor penuh birahi keluar dari mulutku.. Belakangan Indri mentertawakanku, dia bilang aku yang cantik, ayu dan lembut ini bisa juga mengeluarkan kata-kata hina, seronok kasar dan kotor seperti itu.. Dia membayangkan betapa kenikmatan telah melandaku hingga kata-kata yang sedemikian kotor itu begitu saja meluncur dari mulut cantikku.., begitu katanya.

Itulah awal diriku mengenal dunia lesbian. Sejak itu aku dan Indri sering bercumbu. Saat suamiku berangkat kerja, tak jarang permainan dilangsungkan di rumahku. Atau di rumahnya, yang rata-rata hari-harinya dilewatkan sendirian.
Lama kelamaan aku semakin banyak melihat perempuan yang cantik. Sesekali kami, aku dan Indri sepakat untuk mencari partner yang ke-3. Kami ingin bercumbu bertiga. Dengan siapaa yaa..?? Kapaann yaa..??

TAMAT

Perempuan Kampung dan Linda

Namaku Tarsih, lengkapnya Tarsih Julini. Umurku kini 42 tahun, tapi karena selalu kurawat tubuhku maka masih tampak segar. Aku termasuk perempuan yang berasal dari sebuah desa di Karawang. Aku menikah dengan Amri pada usia 22 tahun, suamiku kini telah berusia 51 tahun, ia seorang yang termasuk sukses sehingga mampu menghidupiku lebih dari cukup. Hingga saat ini kami belum dikaruniai anak. Entah, mungkin karena itu pula maka suamiku jadi sering selingkuh. Meskipun pada awalnya sembunyi-sembunyi, akhirnya aku tahu sejumlah pacar-pacar suamiku.

Awalnya memang sangat menyakitkan, tapi lama kelamaan aku tak ambil peduli lagi. Aku tak mau ambil pusing soal Amri dengan pacar-pacarnya. Yang menggelisahkan, adalah kenyataan ia jadi jarang menghampiriku, bahkan pada empat bulan terakhir ini ia sama sekali tak menyentuhku. Padahal awal perkawinan kami termasuk harmonis dan selalu hangat dalam percintaan. Aku sendiri amat menikmati seluruh pengalaman percintaan dengan Amri, karena itu pula aku tak pernah sungkan untuk melayani segala keinginan Amri karena aku memang menyukainya. Sebagai perempuan kampung bahkan dari Amri-lah kemudian jadi tahu berbagai gaya dalam melakukan hubungan sex.

Ya, sekali lagi, aku akhirnya tak peduli dengan pacar-pacarnya suamiku, tapi yang paling menyedihkan adalah keengganannya menyetubuhiku lagi. Padahal tubuhku nyaris tak ada yang berubah, sejak diperawani oleh Amri aku masih tetap langsing. Atas saran Amri pula aku rajin mengikuti fitness dan mengikuti kegiatan olahraga lainnya. Bahkan dibanding dulu waktu perawan, payudaraku kini termasuk besar.

Tetangga dan beberapa kenalanku sering bilang aku ini sexy, terutama ketika mereka memperhatikan payudara dan pantatku yang tergolong besar. Wajahku pun rasanya masih tetap sebagai bunga di kota B, yaitu kota tempat tinggalku sekarang. Malah karena aku kian matang, aku pun tahu sebetulnya banyak laki-laki yang suka melirikku. Sejauh ini aku tak pernah menggubris mereka, di lain pihak sebagai perempuan dari kampung aku masih tetap cenderung pemalu.
Sampai suatu ketika, terjadilah perubahan pada diriku yang amat luar biasa. Inilah kisahnya, sebuah kisah nyata yang betul-betul terjadi pada diriku, kisah yang membawaku ke berbagai petualang sex yang mengasyikan.

*****

Sore itu seusai fitness aku pulang bersama Linda yang menumpang di mobilku, di tengah jalan Linda memutuskan untuk ikut ke rumahku.
"Untuk sekadar minum juice sambil membuang rasa penat," katanya.
Tentu saja aku tak menolak, bahkan gembira sebab pasti seperti biasanya kalau pulang sendiri begitu tiba akan langsung disergap sepi.

Begitu tiba di rumah, setelah parkir kami langsung menuju beranda di belakang yang menghadap kolam renang ukuran kecil. Tubuh masih berkeringat sisa fitness tadi, Linda merebahkan diri di kursi malas dan aku di kursi di depan sebuah meja bulat yang berpayung besar. Segera kupanggil Komar, pembantuku, untuk membuatkan dua gelas juice tomat kesukaan kami.
Begitu Komar pergi, aku segera melepas pakaianku hingga tinggal baju senamku yang melekat ketat di tubuhku. Begitu pula Linda, ia melepas kancing-kancing bagian depan pakaian terusannya, tidak melepasnya melainkan masih dalam posisi berbaring ia membukanya lebar-lebar. Maka tampak terbukalah kini tubuh Linda yang hanya tertutup CD supermini dan BH yang hanya menutup separo buahdadanya. Ia memejamkan mata menikmati kesantaiannya. Diam-diam dan tak biasanya, mataku memandang dan menikmati keindahan tubuh Linda. Saat itulah Komar datang mengantarkan dua gelas minuman, dan karena tahu majikannya sedang santai maka ia pun segera dengan malu-malu kembali lagi ke dalam rumah.

Aku meneruskan memandangi tubuh Linda, tiba-tiba muncul dorongan keinginan yang kuat sekali untuk meraba tubuh Linda yang masih tergolek. Dasar pemalu, aku tak berani menghampirinya melainkan hanya meraba tubuhku sambil membayangkan sedang meraba-raba Linda. Tangan kiriku kueluskan di atas paha yang masih tertutup pakaian senam yang ketat, sementara tangan kananku mengelus payudaraku yang juga masih tertutup baju senam. Terus terang, di saat-saat kesepian ditinggal Amri, sesungguhnya aku sering melakukan ini sendirian. Tapi saat ini sambil memandangi Linda, sungguh perasaanku amat lain, ada rangsangan yang jauh lebih hangat dan tentu saja tidak lagi dalam perasaan sepi.

Saking minimnya CD Linda, kulihat ada bulu-bulu kemaluannya yang keluar dari pnggir-pinggir CD-nya. Dengan menatapnya, timbul keinginan untuk melihat dalam keadaan sepenuhnya telanjang. Saat itu pula kuselipkan tangan kananku ke balik baju senamku, karena tak memakai BH maka langsung jari telunjuk dan jari tengahku menyentuh puting-puting susuku yang ternyata sudah mengeras. Menyusul kemudian tangan kiriku lewat lobang pakaian di bagian perutku, nyelip masuk merogoh langsung ke arah kemaluanku. Kuraba-raba bulu-bulu kemaluanku sambil membayangkan bahwa yang kuraba adalah bulu-bulu kemaluan Linda. Ada perasaan geli dan bergejolak rangsangan luar biasa ketika jariku mulai menyentuh bagian atas bibir kemaluanku, saat itu pula tak tahan lagi aku menjepit puting susuku sambil meremas-remas payudara kiriku.

Tak tahan lagi, jari-jari tangan kiriku pun terus meluncur sampai di celah memekku yang ternyata sudah terasa basah. Aku menggosok-gosoknya dengan lembut di sana. Dengan agak susah karena terhimpit baju senam yang ketat, celah memekku itu sedikit aku rekahkan hingga kujumpai kelentitku. Jempolku dengan lembut menggosok-gosok kelentit, sementara dua jari telunjuk dan jari tengahku sedikit kumasukan ke dalam memek, setelah itu secara simultan aku maju-mundurkan; dua jari keluar-masuk sementara jempolku tetap menggosok kelentit.

"Ohh.. emhh..," tak tahan lagi aku melenguh lembut, sementara tangan kananku kian ganas meremas payudaraku bergantian dari kanan ke kiri.
"Ohh.. ahh..," saking nikmatnya maka tanpa sadar lenguhanku keluar agak keras.

Aku sama sekali tak tahu kalau Linda terbangunkan oleh suaraku. Ia sedikit membuka matanya kemudian mengintip apa yang sedang kulakukan. Karena tidak tahu dan karena nafsuku sudah kian naik, maka kocokan di memekku dan remasan tangan di buahdada-ku pun kian ganas. Dua jariku kian dalam melesak di memekku terus keluar-masuk, keluar-masuk, keluar-masuk.. Ahh.. Dan untuk masuk lebih dalam lagi, maka aku harus sedikit merunduk, dengan begitu dua jariku seluruhnya tenggelam, kujepitkan memekku hingga dinding-dinding dalamnya meremas jari-jariku. Saat merunduk itu pula, Linda yang dari tadi ngintip mulai bereaksi.

Dengan jempolnya ia kait BH mininya ke bawah hingga sekaligus buahdada-nya terbebaskan. Ketika aku balik lagi bersandar di kursi sambil tak melepaskan jariku yang tertanam di memek, kini kulihat Linda pun sedang meremas-remas buah-dada telanjangnya. Sebelah tangannya lagi pun tenggelam lewat pinggir CD supermini-nya, hingga tersingkap dan terpampang jelaslah jarinya yang tertanam di memeknya itu. Ohh.. aku malah bahagia dan tidak malu-malu lagi melihat pemandangan itu, dan kini jadi tahulah bahwa Linda pun sesungguhnya mengikuti seluruh adeganku.

"Linda, ohh.. ka.. kamu.. di.. diam-diam.. oh.." tak sanggup kuteruskan kalimatku untuk menyapa Linda, gairah kenikmatan mengubur kata-kataku yang berganti lenguhan-lenguhan. Tapi Linda rupanya tahu maksudku.
"Ya.. ya.. teruskan Teh Tarsih.. aku pun terangsang melihatmu.. teruss kocok memekmu dengan jarimuu.. ohh kita sama-samaa..teruss.. ya.. ya.. dari tadi aku lihat.. kamu gatel, yaa.. kamu pengen dientott..," kata Linda yang juga sambil terengah-engah.
"Be.. betul Linda.. akuu.. pengen dientot pake kontoll.. sudah empat bulan memekku kedinginanan Lindaa..," kataku sambil agak aneh juga karena sebelumnya tak pernah mengeluarkan kata-kata cabul di hadapan orang lain.
"Aku juga, aku ingin kontol gede yang keras menggenjot memekku.. ohh," desah Linda sambil terus kian ganas memaju-mundurkan jarinya di memeknya.

Melihat gelagat yang kian panas, aku pun jadi tak malu-malu lagi menghampiri Linda. Sambil jongkok kuhampiri langsung memeknya yang sedang mengentot jarinya sendiri. Sungguh terjadi aliran listrik rangsangan yang luar biasa ketika pertama kali kusentuhkan jariku di sana. Semula ada gerakan Linda yang mau mencabut jarinya, tapi kutahan agar tetap tertanam di sana. Linda pun mengerti kemudian melanjutkan kocokan di memeknya sendiri. Aku pun lebih mendekat lagi, kepalaku merunduk menghampiri gundukan munggil dan ternyata bibirnya cukup tebal itu.

Dengan jariku sedikit kubantu menguakan lagi CD-nya hingga semakin jelas benda merangsang itu tampil di hadapku. Celah memeknya pun kurekahkan lagi hingga kelentitnya tak terhalang lagi, langsung kuhampiri dan kujilati tepat di kelentitnya yang ternyata sudah menggumpal begitu keras. Terlihat jelas pula jari atau pun dinding luar bibir memeknya sudah begitu basah oleh cairan licin yang keluar dari dalam memeknya. Linda menggelinjang sambil mendesah nikmat ketika kelentitnya kujilat.

"Ahh.. sshhss.. ohh.. teruss.. enakk.. terus jilati di situ," desahnya.
Sambil terus kujilati, aku bilang padanya, "Kita teruskan di dalam saja, yuk, Linda..," ajakku.
"I.. i.. iyaa, aku pun pengen segera melihat Teh Tarsih bugil.. aku ingin sekali nyedot puting susu buah dada Teh Tarsih yang besar dan merangsang ituu.. Ohh, tapi teruskan dulu menjilat di situu," jawab Linda sambil tak lepas-lepasnya mengentotkan jari di memeknya sendiri.

Tanpa sepengetahuan kami, ketika seluruh adegan itu terjadi ternyata Si Komar ngintip di balik pohon sambil ngocok kemaluannya. Kami pun akhirnya beranjak menuju kamar, Komar yang belum sampai di puncak klimaks terlihat kecewa. Dari arah belakang ia mengendap mengikuti kami ke kamar. Saking bernafsunya, kami lupa menutup pintu kamar melainkan langsung naik ke ranjang dan saling melucuti sisa pakaian kami.

Kini tubuhku sudah telanjang bulat, begitu pula Linda. Kedua buahdada-ku yang besar langsung menjadi sasaran emutan Linda. Seperti bayi, ia begitu menikmati sedotan di buah-dadaku. Aku pun merasa bahagia sekali menerima sedotannya, maka kulakukan serangan balik dengan menggerayangi memek Linda yang kini sudah sepenuhnya telanjang. Jariku tak mengalami kesulitan untuk langsung melesak di memeknya yang sedari tadi sudah banjir cairan licin.

"Ahh..," desah Linda dengan mulut yang masih tersumbat puting susuku ketika jariku mulai tertanam di memeknya.
Diam-diam tangan Linda pun ternyata mencari-cari sasaran di memekku dan terasa menemukan lobangnya dan "Slepp.." jarinya pun melesak di lobang hangat memekku.
"Ohh..," desahku ketika jarinya tenggelam dan langsung dikocokannya.

Setelah sekitar tujuh menit kami dalam posisi berdiri di atas lutut sambil saling mencium mulut dan payudara masing-masing, otomatis tanpa kata-kata kami beralih posisi ke posisi 69. Linda menindihku dengan mengarahkan memeknya tepat di mukaku. Kini betul-betul memeknya itu tepat di hadapan, kelihatan masih begitu ranum, maklum Linda masih berumur 24 tahun dan belum lagi kawin. Tapi melihat kelihaiannya saat ini menggarapku, aku yakin Linda sudah sangat berpengalaman di tempat tidur.

"Oohh.. ahh.. uhh..," jeritku tiba-tiba ketika kurasakan Linda menyedot-sedot kelentitku begitu ganas, sementara jarinya dengan gerakan kian cepat menyodok-sodok lobang memekku. Aku pun dalam posisi terlentang melakukan serangan yang sama, kuusahakan jari-jariku bisa masuk sedalam-dalamnya di memek Linda. Agak sulit, tapi kuusahakan pula agar bisa menjilat-jilat dan menyedot-sedot kelentitnya.
"Aaiiyy.. ohh.. uhh.. sedapnyaa.. Teh Tarsih, teruss.. terus.. jangan berhentii.. kayaknya Linda sudah mau sampai puncakk. Ohh.. lobang memek Teh tarsih pun sudah basah sekali.., aku isap-isap cairannya.. asyikk.. dan licin sekali.. basah sekali Teh Tarsihh," jerit dan kicau Linda dengan pantat bergoyang-goyang.
"I.. i.. yaa, Lindaa.. Teh Tarsih pun rasanya sudah hampir keluarr.. Kocok teruss.. ohh aahh.. ohh aahh.. ohh aahh.. teruss.. sayangg.. sedott teruss di keelleennittnyaa.. ohh.. Linda.. saya keluarr.. Ohh, nikmatt," aku betul-betul mencapai puncak orgasme.

Maka aku pun segera seperti memiliki tanggungjawab untuk mengantar Linda mencapai puncak kenikmatannya. Segeralah saya melakukan apa yang telah diberikan Linda kepadaku. Kocokan jariku di memeknya kupercepat, dengan sekali berguling kini tubuhku berada di atas tubuh Linda, dengan begitu maka aku lebih mudah lagi untuk menggigit-gigit kelentitnya dengan gemas.

"Ohh.. Teh Tarsihh.. enak sekalii.. ohh aahh.. ohh aahh.. ohh aahh..," desahnya seirama genjotan jariku di memeknya, "Terus.. Teh Tarsih teruss.. jangan berhenti.. entot terus.. ohh aahh.. ohh aahh.. ohh aahh.. ohh..," akhirnya lenguhan panjang terdengar begitu keras, Linda mencapai orgasme ditandai tubuhnya yang tadi tegang kini melemas dan pasrah tak berdaya. Kami pun akhirnya terlentang di ranjang mengenang kenikmatan yang baru saja teralami.

Masih tanpa sepengetahuan kami, Komar ternyata meneruskan kegiatan mengocok kontolnya sendiri di balik pintu kamar yang terbuka. Meskipun tak terlalu dekat, ia bisa melihat adegan kami dengan leluasa, termasuk dengan jelas mendengarkan ocehan dan lenguhan kami. Dengan bantuan ludahnya yang berkali-kali diulaskan ke tangannya ia mengocok kontolnya yang sudah super tegang, hingga mengalami orgasme bersamaan dengan orgasmenya Linda. Tak ayal spermanya berceceran di mulut pintu kamarku. Setelah itu Komar cepat-cepat berlalu karena mungkin takut ketahuan.

Sementara sambil melepas lelah dengan tubuh kami yang masih telanjang, Linda memilin-pilin puting susuku.
"Susu Teh Tarsih ini merangsang sekali.. aku pun ingin punya susu sebesar ini," katanya dengan gemas.
"Ah, kamu ini Linda..," jawabku merasa tersanjung.
"Betul, Teh Tarsih.. pantat dan memek Teh Tarsih pun asyik sekali," kata Linda pula.
"Ah, nggak begitu, buktinya Amri meninggalkanku," kataku merendah.
"Itulah anehnya.. memek, pantat, dan payudara sebegini bagus, kok ditinggal begitu saja?" tanya Linda.
"Eh, apa Linda sudah sering main dengan sesama perempuan?" tanyaku penasaran.
"Yaa.. Teh Tarsih ini ketinggalan zaman.. Kawan-kawan kita di fitness sudah semuanya mengalami ini.. tapi kami sama-sama masih menikmati pula hubungan kelamin dengan laki-laki. Istilahnya bi-sex, Teh Tarsih," jelas Linda.
"Bi-sex, jadi main dengan perempuan OK dan dengan laki-laki pun OK?" tanyaku masih dengan nada bloon.
"Ya, begitu, malah pernah dilakukan secara bersamaan," jawab Linda cepat.
"Main dengan laki-laki sekaligus dengan perempuan? Oh, kayaknya asyik.. aku sih yang begini saja baru pertama.. gimana bisa begitu, Linda?" tanyaku semakin penasaran.
"Wah, dengan tubuh Teh Tarsih yang masih sintal sih gampang saja, sebentar keluar pun akan didapat pasangan.. malah bisa lebih dari satu. Buktinya Si Lily yang gemuk itu, hampir tiap minggu ganti-ganti pasangan..," jawab Linda dengan santainya.
"Si Lily teman kita yang Chinese yang baik hati itu?" tanyaku dengan perasaan semakin ketinggalan zaman.
"Betul, eh, Teh Tarsih mau coba? Kalau mau saya antar?" tanya Linda.

Ingat lagi kepada kesepianku yang berlarut berbulan-bulan, tentu saja ajakan Linda ini membuatku bergejolak meski terasa teramat menegangkan.
"Aku berselingkuh dengan laki-laki lain?" demikian pertanyaanku berulang-ulang muncul di kepala. Tapi sementara itu pula aku tak bisa memungkiri kebutuhan dan dorongan sexualku yang sudah tak tertahankan lagi.
"Boleh juga, sih!" jawabku singkat.
"Nah, kalau mau kita atur, deh.. tenang saja.. dijamin kita akan main dengan laki-laki yang clean.. aku pun nggak mau sembarangan Teh Tarsih," tegas Linda.

Setelah itu kami bergegas mandi bersama-sama di kamar mandi yang ada di kamarku. Berias sedikit, memakai lagi pakaian, dan segera meninggalkan kamar untuk memulai perburuan. Tiba di mulut pintu, kakiku yang belum bersepatu menginjak lendir cairan kental. Begitu dicolek kami pun segera tahu bahwa itu adalah cairan sperma yang belum mengering. Aku dan Linda saling pandang dan sempat risih, tapi kemudian tertawa cekikikan. Segera pula aku bisa menduga bahwa itu spermanya Komar. Ini akan menjadi cerita tersendiri, sementara ini aku sudah tidak sabar lagi ingin menjalani petualangan bersama Linda.

TAMAT